sugeng rawuh...

sugeng rawuh...

Minggu, 16 Desember 2012

Pajak Penghasilan Pasal 22 ( PPh 22 )





PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 210/PMK.03/2008 TANGGAL 11 DESEMBER 2008
TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA


MENTERI KEUANGAN,


Menimbang :
a. bahwa dalam rangka lebih memberikan keadilan dalam pengenaan Pajak Penghasilan atas usaha distribusi rokok di dalam negeri, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai penunjukan badan usaha yang bergerak dalam industri rokok sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan, serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;


Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4893);
2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.03/2008;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.


Pasal I
Ketentuan Pasal 1 angka 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan:
1. Nomor 392/KMK.03/2001;
2. Nomor 236/KMK.03/2003;
3. Nomor 154/PMK.03/2007;
4. Nomor 08/PMK.03/2008,
diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.
4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.


Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 11 Desember 2008


MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 253/PMK.03/2008 TANGGAL 31 DESEMBER 2008
TENTANG
WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAl PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH



MENTERI KEUANGAN,


Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan Wajib Pajak badan tertentu sebagai pemungut Pajak Penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah;


Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH.


Pasal 1
(1) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
b. kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
c. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi);
d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);
e. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.


Pasal 2
(1) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah.


Pasal 3
(1) Pemungut Pajak wajib memberikan tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipungut setiap melakukan pemungutan.
(2) Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak Penghasilan yang dipungut ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menleri Keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(3) Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.


Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 31 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-13/PJ/2009 TANGGAL 4 FEBRUARI 2009
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR PMK-253/PMK.03/2009 TENTANG WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH




Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah, dengan ini disampaikan fotokopi Peraturan Menteri Keuangan dimaksud. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 adalah Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
2. Barang yang tergolong sangat mewah meliputi:
a. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
b. kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
c. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi);
d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi);
e. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
3. Pemungut Pajak wajib memungut PPh pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
4. Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dipungut oleh Pemungut Pajak adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
5. PPh yang dipungut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah tersebut.
6. Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak Penghasilan yang dipungut ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
7. Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemungut Pajak terdaftar paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
8. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 7 berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009.
9. Dalam rangka pelaksanaan ketentuan tersebut diminta para Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk:
a. Membuat daftar inventaris Wajib Pajak yang bidang usahanya melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah;
b. Mengirimkan surat kepada Wajib Pajak berdasarkan daftar inventaris tersebut untuk melakukan pemungutan PPh Pasal 22 apabila mereka melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-253/PMK.03/2008;
c. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut.
10. Para Kepala Kantor diminta untuk melakukan sosialisasi kepada para Wajib Pajak di lingkungan wilayah kerja masing-masing.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 4 Februari 2009


DIREKTUR JENDERAL,
ttd
DARMIN NASUTION




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-92/PJ/2010 TANGGAL 06 SEPTEMBER 2010
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN


Bersama ini disampaikan salinan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang lmpor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain yang mulai berlaku pada tanggal 31 Agustus 2010. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1. Pemungut Pajak
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
2. Tarif dan pengecualian
a. Besarnya tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak kepada Non SPBU ditetapkan sama dengan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak kepada SPBU bukan Pertamina.
b. Penambahan Objek yang dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu atas impor barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja sama dan atas pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
c. Kenaikan batas pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembayaran sehubungan dengan pembelian barang yang semula paling banyak Rp 1.000.000,00 menjadi paling banyak Rp 2.000.000,00.
3. Saat jatuh tempo penyetoran dan pelaporan
Penyetoran dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak. Saat ini peraturan yang berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010.
4. Para Kepala Kantor Wilayah diminta untuk:
a. melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait atas pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan dimaksud;
b. mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan dimaksud di lingkungan wilayah kerja masing-masing.
5. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan diminta untuk melakukan sosialisasi atas pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan dimaksud.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 6 September 2010


DIREKTUR JENDERAL
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO
 



PERATURAN DIRJEN PAJAK
NOMOR PER-57/PJ/2010 TANGGAL 10 DESEMBER 2010
TENTANG
TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;


Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang lmpor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN.


Pasal 1
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang:
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.


Pasal 2
(1) Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah industri baja yang merupakan industri hulu.
(2) Dalam hal badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengolah atau memproses lebih lanjut sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk antara dan/atau produk hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan produksi secara terintegrasi, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut atas penjualan produk hulu, produk antara, dan produk hilir.
(3) Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri otomotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang industri otomotif, termasuk ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek), APM (Agen Pemegang Merek), dan importir umum kendaraan bermotor.
(4) Pedagang pengumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
a. mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan; dan
b. menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.


Pasal 3
(1) Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan badan usaha yang melakukan penjualan hasil produksinya di dalam negeri, dengan surat keputusan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan industri dan eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul, dengan surat keputusan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3) Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(4) Dalam hal badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dan huruf g tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Penunjukan Wajib Pajak sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III dan Lampiran lV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 4
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
a. importir yang bersangkutan; atau
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(4) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.


Pasal 5
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 hurul b, huruf c, dan huruf d, menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
(2) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
a. lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar ketiga sebagai arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.


Pasal 6
(1) Dalam hal terjadi pengembalian barang hasil produksi yang dibeli dari badan usaha sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e setelah Masa Pajak terjadinya penjualan, pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
(2) Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian barang hasil produksi.
(3) Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencantumkan:
a. nomor dan tanggal nota retur;
b. nomor dan tanggal Faktur Pembelian barang yang dikembalikan;
c. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli;
d. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22;
e. macam, jenis, jumlah, dan harga barang yang dikembalikan;
f. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang yang dikembalikan;
g. nama dan tanda tangan pembeli.
(4) Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dibuat dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
- lembar pertama : untuk Pemungut Pajak
- lembar kedua : untuk dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22
- lembar ketiga : untuk arsip Wajib Pajak (pembeli)
(5) Pengembalian barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak terjadi dalam hal:
a. dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian, atas pengembalian tersebut dilakukan penggantian dengan barang yang sama, baik dalam jumlah fisik maupun harganya;
b. nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
c. nota retur tidak dibuat dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian barang hasil produksi.
(6) Dalam hal nota retur telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dapat dikurangkan dari Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian tersebut.


Pasal 7
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-32/PJ./1995 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-65/PJ./1995;
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-69/PJ./1995 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi lndustri Kertas di Dalam Negeri;
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ./1996 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam Negeri;
4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-401/PJ./2001 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam Negeri;
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-417/PJ./2001 tentang Petunjuk Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan, Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;
6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-523/PJ/2001 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Industri dan Eksportir yang Bergerak Dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan, atas Pembelian Bahan-Bahan Untuk Keperluan Industri atau Ekspor Mereka dari Pedagang Pengumpul sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2009,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 8
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 10 Desember 2010


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO
LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK …………………………….


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP-


TENTANG


PENUNJUKAN BADAN USAHA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf e Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
b. bahwa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri:
Nama : ………………..
NPWP : ………………..
memenuhi syarat untuk ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.


Mengingat : 1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : 1. Menunjuk:
Nama : …………………………………..
NPWP : …………………………………..
Alamat : …………………………………..
sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, atas penjualan semen/kertas/baja/otomotif *) di dalam negeri;
2. Penunjukan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di ………………
pada tanggal ………………


a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK




……………………………..
NIP


Tembusan:
Kepala Kanwil DJP …………..
LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK …………………………
----------------------------------------------------------------------------------------------------------


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP-


TENTANG


PENUNJUKAN INDUSTRI DAN EKSPORTIR SEBAGAI PEMUNGUT
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN
UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI ATAU EKSPOR DARI PEDAGANG PENGUMPUL


DIREKTUR JENDERAL PAJAK.


Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf g Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul;
b. bahwa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri:
Nama : ……………………..
NPWP : ……………………..
memenuhi syarat untuk ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.


Mengingat : 1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.


MEMUTUSKAN:
Menetapkan : 1. Menunjuk:
Nama : …………………………………..
NPWP : …………………………………..
Alamat : …………………………………..
sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul;
2. Penunjukan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di ………………
pada tanggal ………………


a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK




……………………………..
NIP


Tembusan:
Kepala Kanwil DJP …………..
LAMPIRAN III PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK …………………………
----------------------------------------------------------------------------------------------------------


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP-


TENTANG


PENCABUTAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR …….
TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA
SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


DIREKTUR JENDERAL PAJAK


Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf e Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
b. bahwa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri:
Nama : ……………………..
NPWP : ……………………..
tidak memenuhi syarat lagi untuk ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.


Mengingat : 1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegitan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.


MEMUTUSKAN:
Menetapkan : 1. Mencabut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor ………………… tentang Penunjukan Badan Usaha sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di ………………
pada tanggal ………………


a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK




……………………………..
NIP


Tembusan:
Kepala Kanwil DJP …………..
LAMPIRAN IV PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK …………………………
----------------------------------------------------------------------------------------------------------


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP-


TENTANG


PENCABUTAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR ………
TENTANG PENUNJUKAN INDUSTRI DAN EKSPORTIR SEBAGAI PEMUNGUT
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
ATAU EKSPOR DARI PEDAGANG PENGUMPUL


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf g Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul;
b. bahwa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri:
Nama : ……………………..
NPWP : ……………………..
tidak memenuhi syarat lagi untuk ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.


Mengingat : 1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.


MEMUTUSKAN:
Menetapkan : 1. Mencabut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor ………………… tentang Penunjukan Industri dan Eksportir sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Pembelian Bahan-bahan untuk Keperluan Industri atau Ekspor dari Pedagang Pengumpul;
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di ………………
pada tanggal ………………


a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK




……………………………..
NIP


Tembusan:
Kepala Kanwil DJP …………..





SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-79/PJ/2011 TANGGAL 20 OKTOBER 2011
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 102/PMK.011/2011 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN BERUPA FILM CERITA IMPOR DAN PENYERAHAN FILM CERITA IMPOR, SERTA DASAR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS KEGIATAN IMPOR FILM CERITA IMPOR


Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean berupa Film Cerita Impor dan Penyerahan Film Cerita Impor, serta Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor, bersama ini disampaikan Peraturan Menteri Keuangan tersebut untuk dapat dilaksanakan.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Pada intinya, Peraturan Menteri Keuangan tersebut mengatur:
a. penentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean berupa Film Cerita Impor;
b. penentuan dasar pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk kegiatan impor Film Cerita Impor; dan
c. penentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud berupa Film Cerita Impor.
2. Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Film Cerita Impor sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, adalah sebesar Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per copy Film Cerita Impor. Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Film Cerita Impor tersebut dipungut dan dibayar pada saat impor.
3. Dasar pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk kegiatan impor Film Cerita Impor sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, adalah Nilai Impor atas media Film Cerita Impor. Yang dimaksud dengan media Film Cerita Impor dapat berupa pita seluloid, pita video, cakram optik, atau bahan lainnya.
4. Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Film Cerita Impor sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, adalah sebesar Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per copy Film Cerita Impor. Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Film Cerita Impor tersebut dipungut pada saat pertama kali masing-masing copy Film Cerita Impor tersebut diserahkan kepada Pengusaha Bioskop. Atas penyerahan copy Film Cerita Impor, Importir wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Apabila terjadi penyerahan berikutnya atas copy Film Cerita Impor yang sebelumnya telah diserahkan kepada Pengusaha Bioskop dan telah dipungut Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Bioskop lain, maka atas penyerahan tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sehingga tidak perlu diterbitkan Faktur Pajak.
6. Contoh penghitungan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean berupa film Cerita Impor, penyerahan Film Cerita Impor, dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas kegiatan impor Film Cerita Impor adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
7. Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 tersebut, maka ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 mengenai Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk penyerahan film cerita yaitu perkiraan hasil rata-rata per judul film tidak berlaku untuk penyerahan Film Cerita Impor, namun tetap berlaku untuk penyerahan film cerita produksi dalam negeri (nasional).
8. Pada saat diterbitkannya surat edaran ini, maka:
a. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.3/1986 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas film ceritera impor sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Nomor SE-29/PJ.3/1987 tanggal 4 Desember 1987 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/1996 tanggal 1 Februari 1996, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b. penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ/2011 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Royalti dan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemasukan Film Impor yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 dinyatakan tidak berlaku.
Demikian untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan di lapangan.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 20 Oktober 2011


DIREKTUR JENDERAL,
ttd
A. FUAD RAHMANY
Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-79/PJ/2011
Tanggal : 20 Oktober 2011


CONTOH PENGHITUNGAN PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS
PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH
PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN BERUPA FILM CERITA IMPOR DAN
PENYERAHAN FILM CERITA IMPOR SERTA PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22 ATAS KEGIATAN IMPOR FILM CERITA IMPOR


I. Importir film PT A (memiliki Angka Pengenal Impor) pada tanggal 1 Agustus 2011 memasukkan Film Cerita Impor dalam bentuk pita seluloid dengan judul “XYZ” ke dalam Daerah Pabean dengan durasi 90 menit sebanyak 20 copy film.
Maka penghitungan Bea Masuk, PPN, dan PPh Pasal 22 atas pemasukan film cerita impor tersebut adalah sebagai berikut:
- Bea Masuk = Rp21.450,00 x 90 x 20 copy = Rp38.610.000,00
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.011/2011 tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, tarif Bea Masuk atas Film Cerita Impor adalah sebesar Rp21.450,00 per menit per copy film.
- PPN = 10% x Rp12.000.000,00 x 20 = Rp24.000.000,00
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean berupa Film Cerita Impor dan Penyerahan Film Cerita Impor, serta Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor, Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Film Cerita Impor adalah sebesar Rp12.000.000,00 per copy film.
- PPh Pasal 22 Impor = 2,5% x Nilai Impor pita seluloid Film “XYZ”
= 2,5% x (CIF + Bea Masuk)
Diketahui bahwa:
- durasi 1 menit film dikonversi menjadi sepanjang 27,42 meter pita seluloid;
- nilai CIF pita seluloid sebesar US$0,43 per meter;
- asumsi kurs US Dollar pada saat pemasukan tersebut US$1 = Rp9.100,00.
Sehingga penghitungan PPh Pasal 22 Impor adalah sebagai berikut:
= 2,5% x{(0,43 x 27,42 x 90 x Rp9.100 x 20) + Rp36.610.000,00})
= 2,5% x (Rp193.130.028,00 + Rp38.610.000,00)
= 2,5% x Rp231.740.028,00
= Rp5.793.500,00
II. Pada tanggal 5 Agustus 2011, PT A menyerahkan pertama kali 15 copy film “XYZ” kepada pengusaha bioskop PT B, maka penghitungan PPN atas penyerahan film “XYZ” tersebut adalah sebagai berikut:
- PPN = 10% x DPP Nilai Lain atas penyerahan film cerita impor x jumlah copy
= 10% x Rp12.000.000,00 x 15
= Rp18.000.000,00
Atas penyerahan 15 copy film tersebut, PT A wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada PT B.
III. Pada tanggal 5 Agustus 2011, PT A juga menyerahkan pertama kali 5 copy film “XYZ” kepada pengusaha bioskop PT C, maka penghitungan PPN atas penyerahan film “XYZ” tersebut adalah sebagai berikut:
- PPN = 10% x DPP Nilai Lain atas penyerahan film cerita impor x jumlah copy
= 10% x Rp12.000.000,00 x 5
= Rp6.000.000,00
Atas penyerahan 5 copy film tersebut, PT A wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada PT C.
IV. Pada tanggal 12 Agustus 2011, PT A menyerahkan 5 copy film “XYZ”, yang sebelumnya telah diserahkan kepada pengusaha bioskop PT C, kepada pengusaha bioskop PT D, maka atas penyerahan tersebut tidak terutang PPN. Atas penyerahan 5 copy film tersebut, tidak perlu diterbitkan Faktur Pajak.
V. Atas transaksi-transaksi tersebut di atas, importir film PT A melaporkannya dalam SPT PPN Masa Agustus 2011 sebagai berikut:
- Pajak Keluaran = Rp24.000.000,00
(Hasil pemungutan PPN kepada bioskop)
- Pajak Masukan = Rp24.000.000,00
---------------------
(PPN yang dibayar pada saat impor)
- PPN Kurang/(Lebih) Bayar = NIHIL


Direktur Jenderal
ttd
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001






SURAT DIRJEN PAJAK
NOMOR S-1653/PJ/2011 TANGGAL 23 SEPTEMBER 2011
TENTANG
PENEGASAN ATAS PELAPORAN PEMUNGUTAN PPh PASAL 22


Sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi di lapangan terkait pelaporan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, serta pelaporan nota retur oleh industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-15/PJ/2011;
a. produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
b. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang dikembalikan (retur) setelah Masa Pajak terjadinya penjualan, dapat dikurangkan dari Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian tersebut.
2. Atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Wajib Pajak tetap dapat menggunakan formulir SPT PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 dalam rangka pelaporan pemungutan PPh Pasal 22.
3. Tata cara pengisian formulir SPT PPh Pasal 22 untuk transaksi tersebut di atas adalah:
a. Dalam hal dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas maka bukti pemungutan PPh Pasal 22 menggunakan formulir bukti pemungutan PPh Pasal 22 sesuai Lampiran III.3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 2, yang diisi dengan cara:
1) Angka 5 kolom (2) diisi “Bahan Bakar Minyak, Gas dan Pelumas (Final)”, yang digunakan untuk pemungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen; dan/atau
2) Angka 6 kolom (2) diisi “Bahan Bakar Minyak, Gas dan Pelumas (Tidak Final)”, yang digunakan untuk pemungutan PPh Pasal 22 kepada selain penyalur/agen.
b. Dalam hal industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif menerima pengembalian barang dan nota retur yang memenuhi ketentuan maka industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif tersebut dapat mengurangkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut dari PPh Pasal 22 terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 22 sesuai Lampiran III.1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 2, yang diisi dengan cara:
1) Induk SPT PPh Pasal 22 bagian B angka 7 kolo, (1) diisi “Retur Penjualan oleh industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif”.
2) Induk SPT PPh Pasal 22 bagian B angka 7 kolom (3) dan kolom (4) diisi jumlah objek pajak dan jumlah PPh Pasal 22 yang terdapat pada daftar rincian penjualan dan retur penjualan, di mana nilai pada angka 7 kolom (3) dan kolom (4) ini bersifat sebagai pengurang.
3) Induk SPT PPh Pasal 22 bagian B baris “jumlah” diisi hasil penjumlahan nilai pada angka 1 sampai dengan angka 6 dikurangi dengan nilai pada angka 7.
Demikian disampaikan.


DIREKTUR
ttd
A. SJARIFUDDIN ALSAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar