PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR
PER-22/PJ/2008 TANGGAL 21 MEI 2008
TENTANG
TATA CARA
PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa
dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, dipandang
perlu untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melakukan
kewajiban perpajakannya;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80
Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan
Berdasarkan Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
182/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa
Bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu yang Dapat Melaporkan
Beberapa Masa Pajak dalam Satu Surat Pemberitahuan Masa;
5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan
Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara
Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara
Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 148/PJ./2007
tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25.
Pasal 1
(1) Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000, harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(2) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan Kriteria
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3a) Undang-Undang
nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
nomor 28 TAHUN 2007 yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu
Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa
Pajak terakhir.
(3) Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan
dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka
pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(4) Hari libur nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan
Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional
yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 2
Pembayaran
Pajak dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau
Kantor Pos Persepsi dengan sistem pembayaran secara on-line.
Pasal 3
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang
disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
(2) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak
apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang
berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
(3) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila telah divalidasi dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
(4) Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah
nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan
melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
(5) Modul Penerimaan Negara (MPN) adalah modul
penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan,
penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai
dengan pelaporan yang berhubungan penerimaan negara dan merupakan
bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Pasal 4
(1) Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25
pada tempat pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan SSP nya
telah mendapat validasi dengan NTPN, maka Surat Pemberitahuan Masa
PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak
sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.
(2) Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25
Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain
rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak
mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Pembayaran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) yang dilakukan:
a. setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran tetapi belum melewati batas akhir
pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007; atau
b. setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2a) dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Pasal 5
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 21 Mei 2008
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
ttd
DARMIN
NASUTION
SURAT
EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR
SE-33/PJ/2009 TANGGAL 23 MARET 2009
TENTANG
HAL-HAL
YANG HARUS DIPERHATIKAN SEHUBUNGAN DENGAN DITETAPKANNYA PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-10/PJ/2009 TENTANG PENGURANGAN
BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DALAM TAHUN 2009 BAGI WAJIB PAJAK
YANG MENGALAMI PERUBAHAN KEADAAN USAHA ATAU KEGIATAN USAHA
Sehubungan
dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-10/PJ/2009 tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal
25 Dalam Tahun 2009 Bagi Wajib Pajak yang Mengalami Perubahan Keadaan
Usaha atau Kegiatan Usaha, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Yang
dimaksud dengan perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha adalah
perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha yang terjadi karena
penurunan usaha di tahun 2009.
b. Pengurangan
PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak tersebut tidak berlaku bagi:
1) Wajib
Pajak Bank;
2) BUMN/BUMD;
3) Wajib
Pajak masuk bursa;
4) Wajib
Pajak lainnya,
yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat
laporan keuangan berkala.
c. Pengurangan
PPh Pasal 25 sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) untuk masa
pajak Januari sampai dengan Juni 2009 adalah sebagai berikut:
1) Pengurangan
PPh Pasal 25 dihitung dari:
a) besarnya
PPh Pasal 25 bulan Desember tahun 2008; atau
b) besarnya PPh Pasal 25 berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) tahun pajak
2008 dalam hal Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun
pajak 2008.
2) PPh Pasal 25 bulan Desember tahun 2008 adalah PPh
Pasal 25 yang seharusnya dibayar oleh Wajib Pajak untuk masa pajak
Desember 2008, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang
nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008.
3) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh
tahun pajak 2008 setelah pemberitahuan tertulis disampaikan maka
pengurangan PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh
tahun pajak 2008 tersebut.
4) Apabila besarnya PPh Pasal 25 untuk masa pajak
sebelum pemberitahuan tertulis disampaikan lebih besar dari besarnya
PPh Pasal 25 dengan pengurangan, atas kelebihan pembayaran PPh Pasal
25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 masa pajak berikutnya
setelah pemberitahuan tertulis disampaikan.
5) Apabila besarnya PPh Pasal 25 untuk masa pajak
sebelum pemberitahuan tertulis disampaikan lebih kecil dari besarnya
PPh Pasal 25 dengan pengurangan, atas kekurangan pembayaran PPh Pasal
25 diterbitkan Surat Tagihan Pajak sesuai ketentuan yang berlaku
umum.
6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar menunda
penerbitan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1
huruf c angka 5) untuk masa pajak sebelum pemberitahuan tertulis
disampaikan atau masa pajak sampai dengan masa pajak April 2009,
untuk memberi kesempatan bagi Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan
tertulis tentang besarnya PPh Pasal 25.
7) Kantor Pelayanan Pajak tidak melakukan evaluasi
atas pemberitahuan tertulis ini namun menjadikan data yang
disampaikan Wajib Pajak sebagai perkiraan penurunan kondisi usaha
atau kegiatan Wajib Pajak di tahun 2009.
8) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan
tertulis tentang pengurangan besarnya PPh Pasal 25 untuk masa pajak
Januari sampai dengan Juni 2009 melebihi 25% (dua puluh lima persen)
maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberitahukan kepada Wajib
Pajak bahwa pengurangan besarnya PPh Pasal 25 yang dapat diberikan
adalah 25% (dua puluh lima persen).
d. Pengurangan
besarnya PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli sampai dengan Desember
2009 adalah sebagai berikut:
1) Permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 dapat
diajukan dalam hal Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa besarnya PPh
yang akan terutang untuk tahun 2009 kurang dari 75% (tujuh puluh lima
persen) dari PPh yang terutang yang menjadi dasar perhitungan
besarnya PPh Pasal 25 masa pajak Januari sampai dengan Juni 2009.
2) PPh yang terutang yang menjadi dasar perhitungan
besarnya PPh Pasal 25 masa pajak Januari sampai dengan Juni 2009 pada
butir 1 huruf d angka 1) adalah sebagai berikut:
a) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan
pengurangan besarnya PPh Pasal 25 sampai dengan 25% untuk masa pajak
Januari sampai dengan Juni 2009, PPh terutang adalah PPh terutang
yang menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 25 dengan pengurangan.
b) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan
pemberitahuan pengurangan besarnya PPh Pasal 25, PPh terutang adalah
PPh terutang yang menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 25 masa pajak
terakhir sebelum permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25
diajukan.
3) Permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25
diajukan paling lama tanggal 30 Juni 2009 kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
4) Evaluasi atas permohonan pengurangan besarnya PPh
Pasal 25 dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Besarnya
PPh Pasal 25 masa pajak Januari sampai dengan Juni 2009;
b) Perkiraan penghitungan besarnya PPh yang akan
terutang tahun 2009 berdasarkan data yang telah disampaikan Wajib
Pajak.
5) Hasil evaluasi dapat berupa PPh Pasal 25 yang lebih
besar atau lebih kecil dari PPh Pasal 25 masa pajak Januari sampai
dengan Juni 2009 sesuai kondisi Wajib Pajak di tahun 2009.
6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan
surat keputusan berdasarkan hasil evaluasi kepada Wajib Pajak paling
lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan Wajib Pajak
diterima lengkap.
7) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada butir 1 huruf d angka 6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak
memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tetap harus menerbitkan Surat Keputusan
tersebut paling lama 3 (tiga) hari kerja berikutnya setelah jangka
waktu tersebut terlampaui.
e. Wajib
Pajak yang mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha yang
terjadi karena penurunan usaha di tahun 2009 dan memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-537/PJ/2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam
Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu tetap dapat mengajukan
permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 sesuai ketentuan dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut meskipun Wajib Pajak
tersebut telah mendapat pengurangan besarnya PPh Pasal 25 berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
f. Ketentuan
ini berlaku hanya pada tahun 2009 sehingga bagi Wajib Pajak yang
tahun bukunya berbeda dengan tahun takwim 2009 agar menyesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar memperhatikan tata
cara Pemberitahuan Pengurangan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari
sampai dengan Juni 2009 sesuai Lampiran I dan tata cara Permohonan
Pengurangan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli sampai dengan Desember
2009 sesuai Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
Demikian
untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 23 Maret 2009
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
DARMIN
NASUTION
SURAT
EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR
SE-23/PJ/2010 TANGGAL 23 FEBRUARI 2010
TENTANG
PENYAMPAIAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 208/PMK.03/2009 TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 255/PMK.03/2008 TENTANG
PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN PAJAK
BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU, BANK, SEWA
GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, BADAN USAHA MILIK NEGARA, BADAN USAHA
MILIK DAERAH, WAJIB PAJAK MASUK BURSA DAN WAJIB PAJAK LAINNYA YANG
BERDASARKAN KETENTUAN DIHARUSKAN MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BERKALA
TERMASUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Sehubungan
dengan telah disahkan dan diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 208/PMK.03/2009 tanggal 10 Desember 2009 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 Tentang Penghitungan
Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang
Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha
Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan
Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, dengan ini disampaikan
fotokopi Peraturan Menteri Keuangan dimaksud.
Hal yang
mengalami perubahan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
208/PMK.03/2009 adalah ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan
badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau
pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai
pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
3. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang
nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008.
4. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran
Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 23 Februari 2010
DIREKTUR
JENDERAL
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO
SURAT
EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR
SE-77/PJ/2010 TANGGAL 12 JULI 2010
TENTANG
PENGAWASAN
ATAS PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Sehubungan
dengan telah ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal
25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, dengan ini
disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP
OPPT) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat
usaha.
2. Pedagang
Pengecer sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah orang pribadi yang
melakukan:
a. penjualan
barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
b. penyerahan
jasa,
melalui
suatu tempat usaha.
3. WP OPPT wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha
tersebut (diterbitkan NPWP cabang) dan di KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal Wajib Pajak.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 3 juga
berlaku dalam hal tempat usaha dan tempat tinggal WP OPPT berada
dalam wilayah kerja KPP yang sama.
5. Dalam hal tempat tinggal WP OPPT sekaligus juga
merupakan tempat usaha WP OPPT, terhadap WP OPPT tersebut hanya
diterbitkan NPWP domisili (tidak perlu diterbitkan NPWP cabang).
6. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25
untuk WP OPPT ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto
setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
7. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud
pada butir 6 dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa
Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak yang mencantumkan NPWP dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan butir 4.
8. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud
pada butir 7 merupakan kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang
terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
9. WP OPPT yang melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal
25 dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan Nomor
Transaksi Penerimaan Negara, dianggap telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 ke KPP sesuai dengan tanggal validasi
yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
10. WP OPPT dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil
atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapat validasi dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
11. Dalam hal WP OPPT tidak melakukan usaha sebagai
Pedagang Pengecer di tempat tinggalnya maka WP OPPT tersebut tidak
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 di KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal.
12. Terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang sebelumnya
tidak termasuk WP OPPT tapi berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 termasuk sebagai WP OPPT maka angsuran PPh
Pasal 25 sejak Masa Pajak Juli 2010 mengikuti ketentuan sebagaimana
dimaksud pada butir 6.
13. Pembayaran
PPh Pasal 25 yang dilakukan:
a. setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran tetapi belum melewati batas akhir
pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009; atau
b. setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2a) dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
14. WP OPPT yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal jatuh tempo pelaporan,
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
15. Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan
kewajiban PPh Pasal 25 WP OPPT, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai
berikut:
a. KPP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat usaha WP OPPT harus
melakukan:
1) sosialisasi Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal
25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu;
2) penyisiran tempat-tempat usaha yang memenuhi
kriteria WP OPPT di wilayah kerjanya masing-masing;
3) himbauan kepada WP OPPT untuk melaksanakan
kewajiban pembayaran angsuran PPh Pasal 25 WP OPPT dengan format
Surat Himbauan sebagaimana lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak ini;
4) penerbitan STP kepada WP OPPT yang tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sampai dengan
tanggal jatuh tempo pelaporan untuk menagih sanksi administrasi
berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
5) pengiriman alat keterangan atas pembayaran angsuran
PPh Pasal 25 WP OPPT selama 1 (satu) Tahun Pajak kepada KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP OPPT.
b. KPP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP OPPT melakukan
equalisasi terhadap alat keterangan yang diterima dengan data SPT
Tahunan PPh WP OP yang disampaikan WP OPPT yang bersangkutan.
c. Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak diminta untuk melakukan pengawasan
atas pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 Bagi WP OPPT oleh KPP yang
berada di wilayah kerjanya.
Demikian
untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 12 Juli 2010
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO
LAMPIRAN
SURAT
EDARAN NOMOR SE-77/PJ/2010 TENTANG PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA
TERTENTU
(Kop Surat
Kantor Pelayanan Pajak)
_____________________________________________________________________________________
Nomor :
Sifat : Segera
Hal : Himbauan
Yth.
………………(Nama Wajib Pajak)……….
………….(alamat)
……………………………..
NPWP : …………………………………………
Ucapan
terima kasih dan penghargaan kami sampaikan atas kesadaran dan
kepedulian Saudara untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang
merupakan sarana administrasi perpajakan untuk melaksanakan kewajiban
perpajakan maupun mendapatkan hak Saudara sebagai Wajib Pajak.
Pelaksanaan kewajiban perpajakan yang Saudara lakukan merupakan
bentuk partisipasi langsung dalam membiayai pembangunan nasional yang
menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai bangsa.
Perpajakan
di Indonesia menganut sistem self assessment yang memberi kepercayaan
penuh kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya
dengan cara menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang. Adapun kewajiban Saudara selaku Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu antara lain membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar
0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto
setiap bulan dari masing-masing tempat usaha paling lambat setiap
tanggal 15 bulan berikutnya.
Dalam hal
Saudara belum melaksanakan kewajiban perpajakan dan untuk menghindari
sanksi yang akan memberatkan Saudara, dengan ini Kami himbau agar
Saudara segera membayar angsuran pajak yang menjadi kewajiban Saudara
sesuai dengan kondisi usaha Saudara.
Untuk
bantuan dan informasi dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakan,
Saudara dapat menghubungi Account Representative kami yaitu …………….no.
telp……………. Petugas kami dengan siap dan senang hati akan
membantu, atau silahkan mengunjungi Home Page Direktorat Jenderal
Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id atau Kring Pajak 500200.
Kepedulian
dan peran aktif Saudara dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
sangat menentukan dalam kemandirian pembangunan bangsa. Terima kasih
atas peran serta Saudara.
Kepala
Kantor,
Nama
NIP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar