sugeng rawuh...

sugeng rawuh...

Minggu, 16 Desember 2012

Pajak Penjualan Barang Mewah ( PPn BM )





PERATURAN DIRJEN PAJAK
NOMOR PER-48/PJ/2008 TANGGAL 16 DESEMBER 2008
TENTANG
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (13) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
b. bahwa untuk meningkatkan pengamanan penerimaan negara dengan tetap memperhatikan pelayanan prima kepada masyarakat Wajib Pajak dan untuk memberikan kepastian hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;


Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Peraturan Pemerintah nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 24 TAHUN 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-406/PJ/2001 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-359/PJ./2003;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.


Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
3. Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
4. Pengusaha Kena Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
5. Pengusaha Kena Pajak Tertentu adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3 atau angka 4.
6. Kelebihan pembayaran pajak adalah:
a. Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000; atau
b. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dalam hal ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
7. Permohonan pengembalian adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak melalui:
a. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom “Dikembalikan (restitusi)”; atau
b. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (restitusi)” dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
9. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
10. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 5.
11. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
12. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Pasal 2
(1) Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
(2) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak.


Pasal 3
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilengkapi dengan Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang selanjutnya disebut dengan kelengkapan permohonan pengembalian, yang terkait dengan kelebihan pembayaran pajak.
(2) Dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Tertentu, kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib disampaikan.


Pasal 4
Pengujian keabsahan kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Pemeriksaan Pajak.


Pasal 5
(1) Kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat disampaikan secara lengkap bersamaan dengan penyampaian permohonan pengembalian, atau disusulkan setelah disampaikannya permohonan pengembalian;
(2) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disusulkan, Pengusaha Kena Pajak harus menyampaikan seluruh kelengkapan permohonan pengembalian paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan.
(3) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian disusulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4) Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan pengembalian kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka kelengkapan permohonan pengembalian yang disusulkan tetap harus dilengkapi seluruhnya paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan.
(5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan kelengkapan permohonan pengembalian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan berdasarkan kelengkapan permohonan pengembalian yang diterima dengan memberitahukan pemrosesan permohonan pengembalian berdasarkan data atau dokumen yang ada sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(6) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyampaikan kelengkapan permohonan pengembalian setelah 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan, maka bukti-bukti atau dokumen-dokumen tersebut tidak diperhitungkan dalam pemeriksaan, keberatan, dan banding.


Pasal 6
(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima.
(2) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Tertentu, harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan.


Pasal 7
(1) Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Tertentu meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak menjadi Pengusaha Kena Pajak Tertentu, Direktur Jenderal Pajak wajib melakukan pemeriksaan pajak atas SPT Masa PPN yang menyatakan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan tersebut.
(2) Pengusaha Kena Pajak Tertentu yang mengajukan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan dokumen kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).


Pasal 8
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, permohonan pengembalian yang diajukan dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak harus diterbitkan paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.


Pasal 9
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat melakukan pemeriksaan pajak yang meliputi semua jenis pajak.


Pasal 10
(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dapat melakukan pemeriksaan kepada Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 dan menerbitkan surat ketetapan pajak.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Pengusaha Kena Pajak Tertentu wajib membayar jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (5) atau Pasal 17D ayat (5) Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.


Pasal 11
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 9, dan Pasal 10 ayat (1), dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.


Pasal 12
Untuk permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Masa Pajak sebelum Masa Pajak Januari 2008 yang telah diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak atau disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, diberlakukan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ./2006.


Pasal 13
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ./2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 14
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 16 Desember 2008


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
DARMIN NASUTION
Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor : PER-48/PJ/2008
Tanggal : 16 Desember 2008


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK …………………..
KANTOR PELAYANAN PAJAK …….


(alamat, nomor telepon dan nomor faksimili)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nomor : (tanggal, bulan, tahun)
Sifat : Biasa
Hal : Permintaan kelengkapan permohonan pengembalian PPN


Yth. ……………………..
…………………………….
…………………………....


Sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak …………………. yang Saudara ajukan dengan cara mengisi kolom yang tersedia dalam SPT Masa PPN Masa Pajak ………………../dengan surat permohonan nomor ……………. tanggal ……….. hal ……………*), dengan ini Saudara diminta untuk segera menyampaikan kelengkapan permohonan pengembalian yang dipersyaratkan yakni Faktur Pajak atau dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak yang terkait dengan kelebihan pembayaran pajak yang Saudara ajukan paling lambat ………… (tanggal, bulan, tahun).
Apabila sampai dengan jangka waktu tersebut berakhir Saudara tidak menyampaikan kelengkapan permohonan pengembalian tersebut, atas permohonan pengembalian Saudara akan kami proses sesuai dengan data yang ada/diterima.
Demikian untuk dimaklumi.


Kepala Kantor,




…………………..
NIP. .…………..


*) Coret yang tidak perlu.
Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor : PER-48/PJ/2008
Tanggal : 16 Desember 2008


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK …………………..
KANTOR PELAYANAN PAJAK …….


(alamat, nomor telepon dan nomor faksimili)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nomor : (tanggal, bulan, tahun)
Sifat : Biasa
Hal : Pemberitahuan Pemrosesan Berdasarkan Data
Atau Dokumen yang Ada/Diterima


Yth. ……………………..
…………………………….
…………………………....


Sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak …………. yang Saudara ajukan dengan cara mengisi kolom yang tersedia dalam SPT Masa PPN Masa Pajak ………………./dengan surat permohonan nomor ……………….. tanggal ………… hal ………………*), dan menunjuk surat permintaan dokumen kelengkapan nomor …………. tanggal ………….. hal Permintaan kelengkapan permohonan pengembalian PPN, serta mengingat sampai dengan ………. (tanggal, bulan, tahun), Saudara **):
a. tidak menyampaikan seluruh/sebagian*) kelengkapan permohonan pengembalian yang dipersyaratkan tersebut; dan/atau
b. menyampaikan seluruh/sebagian*) kelengkapan permohonan pengembalian yang dipersyaratkan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan Pasal 3, Pasal 5 ayat (2), dan ayat (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008, maka atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak …………. yang Saudara ajukan tersebut kami proses hanya berdasarkan bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang ada atau kami terima sampai dengan jangka waktu tersebut berakhir.
Demikian untuk dimaklumi.


Kepala Kantor,




…………………..
NIP. .…………..


*) Coret yang tidak perlu.
**) pilih salah satu (dalam hal PKP sudah menyampaikan sebagian dokumen, namun sebagian lagi disampaikan setelah jangka waktu berakhir maka tidak perlu dipilih).





SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-75/PJ/2008 TANGGAL 16 DESEMBER 2008
TENTANG
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH



Dengan ini disampaikan kepada Saudara salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berkenaan dengan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
I. Pelayanan permohonan restitusi yang diterima oleh KPP sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 ini antara lain:
1. Meneliti kelengkapan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN berupa Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
2. Bukti-bukti atau dokumen pendukung untuk menguji keabsahan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak.
3. Saat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah saat diterimanya SPT Masa PPN dalam hal permohonan disampaikan melalui SPT Masa PPN dengan cara mengisi kolom yang telah tersedia, atau saat diterimanya surat permohonan dalam hal permohonan disampaikan melalui surat tersendiri.
4. Kelengkapan permohonan restitusi dapat disampaikan secara lengkap bersamaan dengan penyampaian permohonan atau disusulkan setelah disampaikannya permohonan pengembalian tetapi tidak melampaui jangka waktu 1 (satu) bulan sejak saat permohonan pengembalian diterima.
5. Mengingat bahwa batas waktu penyelesaian permohonan pengembalian bagi PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu adalah 12 (dua belas) bulan, sedangkan PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu diberikan waktu untuk memenuhi kelengkapan permohonan selama 1 bulan, dengan demikian jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian pembayaran pajak untuk PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu, oleh KPP praktis hanya 11 bulan.
6. Dalam rangka pelayanan kepada Wajib Pajak, Kepala KPP dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan restitusi kepada PKP agar permohonan pengembalian yang diajukannya dapat segera diproses. Dalam hal Kepala KPP menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan restitusi, disarankan agar surat tersebut disampaikan melalui faksimili sehingga PKP dapat segera memenuhi.
7. Dalam hal PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan kelengkapan permohonan restitusi sampai dengan jangka waktu untuk memenuhi kelengkapan permohonan pengembalian berakhir, maka permohonan pengembalian diproses berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima.
8. Dalam hal permohonan pengembalian PKP diproses berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima, maka Kepala KPP harus memberitahukan kepada PKP dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Permohonan Pengembalian diproses dengan berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima. Penerbitan Surat Pemberitahuan oleh Kepala KPP paling lambat adalah saat disampaikannya pemberitahuan hasil pemeriksaan.
9. Dalam meneliti kelengkapan permohonan restitusi yang diterimanya, petugas atau pemeriksa pajak agar mencocokkan kelengkapan tersebut dengan lembar checklist bukti/dokumen kelengkapan permohonan pengembalian PPN yang dibuat PKP. Selain itu, petugas atau pemeriksa pajak juga harus mencantumkan jumlah masing-masing dokumen yang diterima. Demikian juga apabila terdapat kelengkapan yang masih harus disampaikan agar diberitahukan kepada PKP.
10. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap.
11. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Kriteria Tertentu menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian.
12. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian.
II. Pemeriksaan dalam rangka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
1. Tata Cara pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
2. Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi dari Masa Pajak sebelum PKP ditetapkan sebagai PKP Kriteria Tertentu atau sebelum PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu, Direktur Jenderal Pajak wajib melakukan pemeriksaan pajak atas SPT Masa PPN yang menunjukkan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan tersebut, pada kesempatan pertama sesuai ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
3. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
4. Pada saat pemeriksaan berlangsung, dalam hal diperlukan untuk lebih meyakinkan transaksi maka pemeriksa dapat meminta atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, atau dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan permohonan pengembalian yang diajukan PKP.
5. Apabila dalam melakukan pemeriksaan ditemukan adanya data ekspor atau impor yang tidak diyakini kebenarannya, maka:
a. terhadap ekspor tersebut tidak dapat diterapkan pengenaan PPN dengan tarif 0% (nol persen);
b. terhadap impor tersebut tidak dapat diakui pengkreditan Pajak Masukan-nya.
6. Yang dimaksud dengan tidak dapat diterapkan pengenaan PPN dengan tarif 0% (nol persen) bahwa ekspor yang dilaporkan oleh PKP dalam SPT Masa PPN Masa Pajak yang dimohonkan pengembaliannya:
a. tidak dapat diakui sebagai ekspor karena tidak ada bukti atau dokumen yang dapat meyakinkan pemeriksa tentang kebenaran ekspor tersebut;
b. apabila bukti atau dokumen yang ada atau diperoleh justru meyakinkan pemeriksa bahwa transaksi tersebut adalah penjualan dalam negeri atau lokal, maka atas transaksi tersebut diterapkan tarif 10% (sepuluh persen);
c. apabila berdasarkan bukti atau dokumen yang ada, pemeriksa tidak dapat meyakini kebenaran ekspor sebagai ekspor maupun penyerahan dalam Daerah Pabean atau penjualan lokal, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam terhadap kebenaran Pajak Masukan.
7. Dalam hal hasil pemeriksaan pada butir 6 huruf c, ternyata tidak terdapat data atau bukti apapun juga yang mendukung bahwa Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh PKP Faktur Pajaknya benar, baik secara formal maupun material, maka atas Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, atau pemeriksa dapat menindaklanjutinya dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
8. Agar pemeriksa meneliti SPT Masa PPN Masa Pajak yang dimintakan pengembalian oleh PKP, apakah terdapat penyerahan yang tidak dikenakan PPN (karena yang diserahkan bukan BKP/JKP), atau yang dibebaskan dari pengenaan PPN, atau penyerahan kepada PKP di Kawasan Berikat yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut, sehingga dapat diketahui apakah PKP telah melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan.
9. Dalam hal terdapat penyerahan kepada PKP di Kawasan Berikat, diminta agar pemeriksa meneliti kebenaran PKP sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB). Apakah BKP yang dibelinya dapat diberikan fasilitas PPN tidak dipungut. Demikian juga terhadap permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP penerima fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE) agar pemeriksa meneliti apakah terdapat penyerahan BKP kepada pengusaha di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) mengingat PKP penerima fasilitas KITE sebenarnya harus mengekspor BKP hasil produksinya.
10. Agar pemeriksa memperhatikan data-data suspect list pada Surat Edaran tentang Daftar Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah dan pada intranet DJP dan atau Surat Edaran lain yang berkenaan dengan pelaksanaan konfirmasi dan langkah-langkah penanganan Faktur Pajak Tidak Sah.
III. Ketentuan Penutup dan Peralihan.
1. Dengan diberlakukannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dinyatakan tidak berlaku.
2. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan surat keputusan untuk Masa Pajak sebelum Masa Pajak Januari 2008 yang diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak atau disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, diberlakukan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan surat keputusan untuk Masa Pajak Januari 2008 dan Masa Pajak berikutnya berlaku ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
IV. Lain-lain
Agar dalam penyelesaian permohonan restitusi petugas pajak (kepala kantor, kepala seksi, Korlak/AR, pelaksana, ataupun pemeriksa pajak) mematuhi prosedur dan tata cara serta ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan penyelesaian permohonan restitusi tersebut, yang dimulai dari proses penerimaan SPT Masa PPN (baik sebagai permohonan pengembalian maupun sebagai kewajiban PKP untuk melaporkan kegiatannya), pemeriksaan, penerbitan SKPLB atau SKPPKP, sampai dengan proses penerbitan SPMKP.
Dengan terbitnya Surat Edaran ini, maka penegasan yang diberikan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.53/2006 tanggal 15 Agustus 2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dinyatakan tidak berlaku.
Demikian untuk dimaklumi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 16 Desember 2008


DIREKTUR JENDERAL,
ttd
DARMIN NASUTION




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 103/PMK.03/2009 TANGGAL 10 JUNI 2009
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN,


Menimbang :
a. bahwa dalam rangka meningkatkan industri properti nasional perlu mengatur kembali batasan dan jenis-jenis hunian mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;


Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Peraturan Pemerintah nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 261, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4063) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah nomor 12 TAHUN 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4619);
4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.011/2008;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.


Pasal I
Mengubah Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/KMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan:
a. Nomor 35/PMK.03/2008;
b. Nomor 137/PMK.011/2008;
sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.


Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 10 Juni 2009


MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Juni 2009


MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA,
ttd
ANDI MATTALATTA


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 131
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 103/PMK.03/2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


DAFTAR JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN
BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
DENGAN TARIF SEBESAR 20% (DUA PULUH PERSEN)


NO
URAIAN BARANG
NOMOR HS


a.


a.1
















a.2














b.


b.1
b.2


Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang disebut dalam Lampiran I adalah:
Tungku, kompor, tungku terbuka, alat masak (termasuk tungku dengan ketel tambahan untuk pemanasan sentral), panggangan besar, anglo, gelang gas, piring pemanas, dan peralatan rumah tangga tanpa listrik semacam itu dari besi atau baja, jenis non portable.
- Peralatan masak dan piring pemanas:
-- Dengan bahan bakar gas atau gabungan gas dan bahan bakar lainnya.
- Peralatan lainnya:
-- Dengan bahan bakar gas atau gabungan gas dan bahan bakar lainnya.
Lemari pendingin
- Kombinasi lemari pendingin-pembeku, dilengkapi dengan pintu luar terpisah, dari tipe rumah tangga dengan kapasitas melebihi 230 liter
- Lemari pendingin tipe rumah tangga dengan kapasitas melebihi 230 liter:
--Tipe kompresi
--Tipe absorpsi, elektris
-- Lain-lain
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya, adalah:
Rumah dan town house dari jenis non strata title, dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih.
Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya, dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih.
















ex 7321.11.00.00
ex 7321.19.00.00
ex 7321.81.00.00


ex 7321.89.00.00
ex 8418.10.10.90




ex 8418.21.00.90
ex 8418.29.00.90
ex 8418.29.00.90











MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA


NO
URAIAN BARANG
NOMOR HS
c.


c.1


























c.2








c.3






c.4




d.


d.1

Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang disebut dalam Lampiran I
Aparatus penerima untuk televisi, digabung atau tidak dengan penerima siaran radio atau aparatus perekam atau pereproduksi suara atau video; monitor video:
- Aparatus penerima untuk televisi berukuran di atas 43 inch
--Set top box yang mempunyai fungsi komunikasi (ITAI/B-203)
-- PCA untuk digunakan dengan mesin ADP (ITAI/B-199)
-- Lain-lain




- Monitor video berwarna di atas 43 inch
-- Monitor tipe FPD untuk data video dan komputer, untuk overhead projektor(ITAI/B-200)


-- Lain-lain


- Proyektor video:
-- mempunyai kapasitas untuk memproyeksikan pada layar berukuran 300 inci atau lebih
-- Proyektor data video dan komputer tipe FPD (ITAI/B-200)
-- Lain-lain
Antena dan reflektor antena dari segala jenis; selain yang digunakan untuk keperluan penyiaran radio atau televisi, usaha jasa telekomunikasi, dan yang digunakan untuk alat radar, alat radio pembantu navigasi dan alat radio kendali jarak jauh.
Antena dan reflektor antena dari segala jenis untuk penerima siaran radio atau televisi dengan nilai impor atau harga jual Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) atau lebih per set atau per unit.
Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik, dan instrumen musik, selain yang disebut dalam Lampiran I.
Mesin pengatur suhu udara, terdiri dari kipas yang digerakkan dengan motor dan elemen untuk mengubah suhu dan kelembaban udara, termasuk mesin tersebut yang tidak dapat mengatur kelembaban udara secara terpisah.
- Dari tipe jendela atau dinding, dengan kapasitas pendingin di atas 2 PK sampai dengan 3 PK
- Dari jenis yang digunakan untuk orang, di dalam kendaraan bermotor










ex 8528.71.10.00


ex 8529.90.55.00
ex 8528.71.90.00
ex 8528.72.10.00
ex 8528.72.90.00


ex 8528.49.10.00
ex 8528.59.10.00
ex 8528.49.10.00
ex 8528.59.10.00


8528.69.00.00


8528.69.00.00
8528.69.00.00
ex 8529.10.99.00






ex 8529.10.99.00














ex 8415.10.10.00


8415.20.00.00




MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA


NO
URAIAN BARANG
NOMOR HS


d.2




d.3


d.4
d.5








d.6




e.


Mesin pencuci piring, dari tipe rumah tangga:
- dioperasikan secara elektrik
- tidak dioperasikan secara elektrik
Mesin pengering dengan kapasitas linen kering tidak melebihi 10 kg dari jenis yang dipakai untuk rumah tangga.
Microwave oven
Piano termasuk piano otomatis; harpsichord dan instrumen keyboard bersenar lainnya
- Piano tegak
- Grand Piano
- Lain-lain
Instrumen musik, dengan suara yang dihasilkan, atau harus diperkuat, secara elektrik (misalnya : organ, gitar, akordeon).
- Instrumen keyboard, selain akordeon
- Lain-lain
Kelompok wangi-wangian.
Parfum dan cairan pewangi yang siap untuk dijual eceran dengan nilai impor atau harga jual Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) atau lebih per ml.




8422.11.10.00
8422.11.20.00
ex 8451.21.00.00


8516.50.00.00


9201.10.00.00
9201.20.00.00
9201.90.00.00




9207.10.00.00
9207.90.00.00


ex 3303.00.00.00


MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI


Salinan sesuai dengan aslinya,
Kepala Biro Umum
u.b.
Kepala Bagian T.U. Departemen
ttd
Antonius Suharto
NIP 060041107



SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-37/PJ/2010 TANGGAL 10 MARET 2010
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-8/PJ/2010 TENTANG SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA DAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH ANTAR CABANG


Bersama ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2010 tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang Atau Sebaliknya Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Antar Cabang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal Pengusaha mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka Pengusaha tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada setiap tempat pajak terutang, kecuali dilakukan pemusatan tempat pajak terutang.
2. Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah antar cabang, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
3. Dalam hal pusat atau cabang yang menyerahkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (2) belum terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4. Saat terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sebagaimana dimaksud pada angka (3) ditetapkan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari Pengusaha Kena Pajak pusat atau cabang kepada pihak lain.
5. Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-428/PJ./2002 tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang atau Sebaliknya dan Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Antar Cabang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 10 Maret 2010


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO



SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-59/PJ/2010 TANGGAL 3 MEI 2010
TENTANG
PENGGUNAAN APLIKASI E-SPT PPN 1107 SEHUBUNGAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009


Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-14/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) serta memperhatikan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-6/PJ/2009 tanggal 20 Januari 2009 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik, dengan ini disampaikan penegasan sebagai berikut:
1. Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT tetap menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107 yang sudah ada sampai Formulir SPT Masa PPN yang baru selesai dibuat yang direncanakan digunakan paling lambat 1 Januari 2011.
2. Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak kepada pembeli tanpa identitas dan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak dalam rangka penyerahan BKP kepada turis asing, pelaporan dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 dilakukan dengan cara menggunggung nilai Dasar Pengenaan Pajak dan PPN-nya pada Lampiran 1107 A Bagian III “Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Sederhana”.
3. Bagi Pengusaha Kena Pajak Toko Ritel yang ditunjuk melakukan penyerahan kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107, wajib melampirkan Daftar Rincian Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada Lampiran PER-14/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010 secara manual. Daftar Rincian tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN Toko Ritel yang bersangkutan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak lainnya yang melakukan penyerahan kepada pembeli tanpa identitas (Nama dan NPWP pembeli tidak diisi) tidak wajib melampirkan daftar rinciannya pada saat menyampaikan e-SPT PPN 1107 tetapi cukup mengadministrasikan rincian yang dimaksud.
4. Untuk mengakomodir apabila terjadi Nomor Faktur Pajak yang diinput dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 A Bagian II “Penyerahan dalam Negeri Dengan Faktur Pajak” tidak berurutan, maka Wajib Pajak terlebih dahulu mengubah setting aplikasi e-SPT PPN 1107 pada Informasi Profile bagian Penomoran Faktur diubah menjadi Input Manual.
5. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu sebagaimana dimaksud Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-79/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010, dan menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107 cara Penghitungan Norma, agar terlebih dahulu mengunduh aplikasi e-SPT PPN 1107 versi 3.1 yang dapat diperoleh pada portaldjp atau www.pajak.go.id. Penyesuaian dilakukan atas formulasi penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 3 Mei 2010


DIREKTUR JENDERAL,
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO




Tidak ada komentar:

Posting Komentar