PERATURAN
DIRJEN PAJAK
NOMOR
PER-48/PJ/2008 TANGGAL 16 DESEMBER 2008
TENTANG
TATA CARA
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (13)
Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000;
b. bahwa untuk meningkatkan pengamanan penerimaan negara
dengan tetap memperhatikan pelayanan prima kepada masyarakat Wajib
Pajak dan untuk memberikan kepastian hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18
TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Peraturan Pemerintah nomor 143 TAHUN 2000 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan
Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
nomor 24 TAHUN 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu
Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007
tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah
Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Yang
Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-406/PJ/2001 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-359/PJ./2003;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.
Pasal 1
Dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang
mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
3. Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C
Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
4. Pengusaha Kena Pajak Yang Memenuhi Persyaratan
Tertentu adalah Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
5. Pengusaha Kena Pajak Tertentu adalah Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3 atau angka 4.
6. Kelebihan
pembayaran pajak adalah:
a. Kelebihan
Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang nomor 8
TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000; atau
b. Kelebihan
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah
dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang
diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang
nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dalam hal
ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
7. Permohonan pengembalian adalah permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak melalui:
a. Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara
mengisi kolom “Dikembalikan (restitusi)”; atau
b. Surat
permohonan tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (restitusi)”
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi
atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak.
8. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang
meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
9. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang
atau seharusnya tidak terutang.
10. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Tertentu
sebagaimana dimaksud pada angka 5.
11. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan
lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan
dan penghitungannya.
12. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun
dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pasal 2
(1) Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
(2) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak.
Pasal 3
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dilengkapi dengan Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang selanjutnya
disebut dengan kelengkapan permohonan pengembalian, yang terkait
dengan kelebihan pembayaran pajak.
(2) Dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh
Pengusaha Kena Pajak Tertentu, kelengkapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak wajib disampaikan.
Pasal 4
Pengujian
keabsahan kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan
Pemeriksaan Pajak.
Pasal 5
(1) Kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat disampaikan secara lengkap
bersamaan dengan penyampaian permohonan pengembalian, atau disusulkan
setelah disampaikannya permohonan pengembalian;
(2) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disusulkan, Pengusaha
Kena Pajak harus menyampaikan seluruh kelengkapan permohonan
pengembalian paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya
permohonan.
(3) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian
disusulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor
Pelayanan Pajak dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan
permohonan pengembalian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4) Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan
surat permintaan kelengkapan permohonan pengembalian kepada Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka kelengkapan
permohonan pengembalian yang disusulkan tetap harus dilengkapi
seluruhnya paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya
permohonan.
(5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menyampaikan
atau kurang menyampaikan kelengkapan permohonan pengembalian dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4),
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan berdasarkan kelengkapan
permohonan pengembalian yang diterima dengan memberitahukan
pemrosesan permohonan pengembalian berdasarkan data atau dokumen yang
ada sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
(6) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyampaikan
kelengkapan permohonan pengembalian setelah 1 (satu) bulan sejak saat
diterimanya permohonan, maka bukti-bukti atau dokumen-dokumen
tersebut tidak diperhitungkan dalam pemeriksaan, keberatan, dan
banding.
Pasal 6
(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak permohonan diterima.
(2) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian
atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan
oleh Pengusaha Kena Pajak Tertentu, harus menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan
sejak saat diterimanya permohonan.
Pasal 7
(1) Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan oleh
Pengusaha Kena Pajak Tertentu meliputi kelebihan pembayaran akibat
kompensasi Masa Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak menjadi Pengusaha
Kena Pajak Tertentu, Direktur Jenderal Pajak wajib melakukan
pemeriksaan pajak atas SPT Masa PPN yang menyatakan kelebihan
pembayaran yang dikompensasikan tersebut.
(2) Pengusaha Kena Pajak Tertentu yang mengajukan
permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyampaikan dokumen kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
Pasal 8
Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 telah lewat dan
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atau
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, permohonan
pengembalian yang diajukan dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak harus diterbitkan paling lambat 1 (satu) bulan
setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Pasal 9
Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dapat melakukan pemeriksaan pajak yang meliputi semua jenis
pajak.
Pasal 10
(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dapat melakukan
pemeriksaan kepada Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 5 dan menerbitkan surat ketetapan pajak.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Pengusaha Kena Pajak Tertentu wajib
membayar jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (5) atau
Pasal 17D ayat (5) Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Pasal 11
Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), Pasal 6 ayat (1), Pasal
7 ayat (1), Pasal 9, dan Pasal 10 ayat (1), dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
Pasal 12
Untuk
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Masa Pajak
sebelum Masa Pajak Januari 2008 yang telah diterima oleh Kantor
Pelayanan Pajak atau disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kantor
Pelayanan Pajak sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini, diberlakukan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-122/PJ./2006.
Pasal 13
Pada saat
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ./2006 tentang Jangka Waktu
Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 16 Desember 2008
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
ttd
DARMIN
NASUTION
Lampiran I
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak
Nomor : PER-48/PJ/2008
Tanggal : 16
Desember 2008
DEPARTEMEN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT
JENDERAL PAJAK
KANTOR
WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK …………………..
KANTOR
PELAYANAN PAJAK …….
(alamat,
nomor telepon dan nomor faksimili)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nomor : (tanggal, bulan, tahun)
Sifat : Biasa
Hal : Permintaan
kelengkapan permohonan pengembalian PPN
Yth.
……………………..
…………………………….
…………………………....
Sehubungan
dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak
…………………. yang Saudara ajukan dengan cara mengisi kolom
yang tersedia dalam SPT Masa PPN Masa Pajak ………………../dengan
surat permohonan nomor ……………. tanggal ……….. hal
……………*), dengan ini Saudara diminta untuk segera
menyampaikan kelengkapan permohonan pengembalian yang dipersyaratkan
yakni Faktur Pajak atau dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak
yang terkait dengan kelebihan pembayaran pajak yang Saudara ajukan
paling lambat ………… (tanggal, bulan, tahun).
Apabila
sampai dengan jangka waktu tersebut berakhir Saudara tidak
menyampaikan kelengkapan permohonan pengembalian tersebut, atas
permohonan pengembalian Saudara akan kami proses sesuai dengan data
yang ada/diterima.
Demikian
untuk dimaklumi.
Kepala
Kantor,
…………………..
NIP.
.…………..
*) Coret
yang tidak perlu.
Lampiran II
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak
Nomor : PER-48/PJ/2008
Tanggal : 16
Desember 2008
DEPARTEMEN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT
JENDERAL PAJAK
KANTOR
WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK …………………..
KANTOR
PELAYANAN PAJAK …….
(alamat,
nomor telepon dan nomor faksimili)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nomor : (tanggal,
bulan, tahun)
Sifat : Biasa
Hal : Pemberitahuan
Pemrosesan Berdasarkan Data
Atau
Dokumen yang Ada/Diterima
Yth.
……………………..
…………………………….
…………………………....
Sehubungan
dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak
…………. yang Saudara ajukan dengan cara mengisi kolom yang
tersedia dalam SPT Masa PPN Masa Pajak ………………./dengan
surat permohonan nomor ……………….. tanggal ………… hal
………………*), dan menunjuk surat permintaan dokumen
kelengkapan nomor …………. tanggal ………….. hal Permintaan
kelengkapan permohonan pengembalian PPN, serta mengingat sampai
dengan ………. (tanggal, bulan, tahun), Saudara **):
a. tidak menyampaikan seluruh/sebagian*) kelengkapan
permohonan pengembalian yang dipersyaratkan tersebut; dan/atau
b. menyampaikan seluruh/sebagian*) kelengkapan
permohonan pengembalian yang dipersyaratkan setelah jangka waktu
tersebut berakhir.
dengan ini
diberitahukan bahwa berdasarkan Pasal 3, Pasal 5 ayat (2), dan ayat
(4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008, maka atas
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
Masa Pajak …………. yang Saudara ajukan tersebut kami proses
hanya berdasarkan bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang ada atau kami
terima sampai dengan jangka waktu tersebut berakhir.
Demikian
untuk dimaklumi.
Kepala
Kantor,
…………………..
NIP.
.…………..
*) Coret
yang tidak perlu.
**) pilih salah satu (dalam hal PKP sudah menyampaikan
sebagian dokumen, namun sebagian lagi disampaikan setelah jangka
waktu berakhir maka tidak perlu dipilih).
SURAT
EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR
SE-75/PJ/2008 TANGGAL 16 DESEMBER 2008
TENTANG
TATA CARA
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Dengan ini
disampaikan kepada Saudara salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berkenaan dengan pelaksanaan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, hal-hal yang perlu
diperhatikan sebagai berikut:
I. Pelayanan permohonan restitusi yang diterima oleh KPP
sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-48/PJ/2008 ini antara lain:
1. Meneliti
kelengkapan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN berupa
Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan
dengan Faktur Pajak.
2. Bukti-bukti
atau dokumen pendukung untuk menguji keabsahan Faktur Pajak
sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Kebijakan Pemeriksaan
Pajak.
3. Saat
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah saat
diterimanya SPT Masa PPN dalam hal permohonan disampaikan melalui SPT
Masa PPN dengan cara mengisi kolom yang telah tersedia, atau saat
diterimanya surat permohonan dalam hal permohonan disampaikan melalui
surat tersendiri.
4. Kelengkapan
permohonan restitusi dapat disampaikan secara lengkap bersamaan
dengan penyampaian permohonan atau disusulkan setelah disampaikannya
permohonan pengembalian tetapi tidak melampaui jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak saat permohonan pengembalian diterima.
5. Mengingat
bahwa batas waktu penyelesaian permohonan pengembalian bagi PKP
selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan
Tertentu adalah 12 (dua belas) bulan, sedangkan PKP selain PKP
Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu
diberikan waktu untuk memenuhi kelengkapan permohonan selama 1 bulan,
dengan demikian jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian
pembayaran pajak untuk PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang
Memenuhi Persyaratan Tertentu, oleh KPP praktis hanya 11 bulan.
6. Dalam
rangka pelayanan kepada Wajib Pajak, Kepala KPP dapat menerbitkan
surat permintaan kelengkapan permohonan restitusi kepada PKP agar
permohonan pengembalian yang diajukannya dapat segera diproses. Dalam
hal Kepala KPP menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan
restitusi, disarankan agar surat tersebut disampaikan melalui
faksimili sehingga PKP dapat segera memenuhi.
7. Dalam
hal PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan
kelengkapan permohonan restitusi sampai dengan jangka waktu untuk
memenuhi kelengkapan permohonan pengembalian berakhir, maka
permohonan pengembalian diproses berdasarkan kelengkapan yang
ada/diterima.
8. Dalam
hal permohonan pengembalian PKP diproses berdasarkan kelengkapan yang
ada/diterima, maka Kepala KPP harus memberitahukan kepada PKP dengan
menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Permohonan Pengembalian
diproses dengan berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima. Penerbitan
Surat Pemberitahuan oleh Kepala KPP paling lambat adalah saat
disampaikannya pemberitahuan hasil pemeriksaan.
9. Dalam
meneliti kelengkapan permohonan restitusi yang diterimanya, petugas
atau pemeriksa pajak agar mencocokkan kelengkapan tersebut dengan
lembar checklist bukti/dokumen kelengkapan permohonan pengembalian
PPN yang dibuat PKP. Selain itu, petugas atau pemeriksa pajak juga
harus mencantumkan jumlah masing-masing dokumen yang diterima.
Demikian juga apabila terdapat kelengkapan yang masih harus
disampaikan agar diberitahukan kepada PKP.
10. Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus menerbitkan surat
ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan
diterima secara lengkap.
11. Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan
pengembalian yang diajukan oleh PKP Kriteria Tertentu menerbitkan
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling
lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian.
12. Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan
pengembalian yang diajukan oleh PKP Yang Memenuhi Persyaratan
Tertentu harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya
permohonan pengembalian.
II. Pemeriksaan
dalam rangka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
1. Tata
Cara pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang
pemeriksaan.
2. Dalam
hal permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Kriteria Tertentu
atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu meliputi kelebihan
pembayaran akibat kompensasi dari Masa Pajak sebelum PKP ditetapkan
sebagai PKP Kriteria Tertentu atau sebelum PKP Yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu, Direktur Jenderal Pajak wajib melakukan
pemeriksaan pajak atas SPT Masa PPN yang menunjukkan kelebihan
pembayaran yang dikompensasikan tersebut, pada kesempatan pertama
sesuai ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
3. Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap PKP Kriteria
Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu dan menerbitkan
surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak.
4. Pada
saat pemeriksaan berlangsung, dalam hal diperlukan untuk lebih
meyakinkan transaksi maka pemeriksa dapat meminta atau meminjam
buku-buku, catatan-catatan, atau dokumen-dokumen lain yang berkaitan
dengan permohonan pengembalian yang diajukan PKP.
5. Apabila
dalam melakukan pemeriksaan ditemukan adanya data ekspor atau impor
yang tidak diyakini kebenarannya, maka:
a. terhadap ekspor tersebut tidak dapat diterapkan
pengenaan PPN dengan tarif 0% (nol persen);
b. terhadap
impor tersebut tidak dapat diakui pengkreditan Pajak Masukan-nya.
6. Yang
dimaksud dengan tidak dapat diterapkan pengenaan PPN dengan tarif 0%
(nol persen) bahwa ekspor yang dilaporkan oleh PKP dalam SPT Masa PPN
Masa Pajak yang dimohonkan pengembaliannya:
a. tidak dapat diakui sebagai ekspor karena tidak ada
bukti atau dokumen yang dapat meyakinkan pemeriksa tentang kebenaran
ekspor tersebut;
b. apabila bukti atau dokumen yang ada atau diperoleh
justru meyakinkan pemeriksa bahwa transaksi tersebut adalah penjualan
dalam negeri atau lokal, maka atas transaksi tersebut diterapkan
tarif 10% (sepuluh persen);
c. apabila berdasarkan bukti atau dokumen yang ada,
pemeriksa tidak dapat meyakini kebenaran ekspor sebagai ekspor maupun
penyerahan dalam Daerah Pabean atau penjualan lokal, maka pemeriksa
harus melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam terhadap kebenaran
Pajak Masukan.
7. Dalam
hal hasil pemeriksaan pada butir 6 huruf c, ternyata tidak terdapat
data atau bukti apapun juga yang mendukung bahwa Pajak Masukan yang
telah dikreditkan oleh PKP Faktur Pajaknya benar, baik secara formal
maupun material, maka atas Pajak Masukan tersebut tidak dapat
dikreditkan, atau pemeriksa dapat menindaklanjutinya dengan
Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
bidang pemeriksaan.
8. Agar
pemeriksa meneliti SPT Masa PPN Masa Pajak yang dimintakan
pengembalian oleh PKP, apakah terdapat penyerahan yang tidak
dikenakan PPN (karena yang diserahkan bukan BKP/JKP), atau yang
dibebaskan dari pengenaan PPN, atau penyerahan kepada PKP di Kawasan
Berikat yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut, sehingga dapat
diketahui apakah PKP telah melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan.
9. Dalam
hal terdapat penyerahan kepada PKP di Kawasan Berikat, diminta agar
pemeriksa meneliti kebenaran PKP sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat
(PDKB). Apakah BKP yang dibelinya dapat diberikan fasilitas PPN tidak
dipungut. Demikian juga terhadap permohonan pengembalian yang
diajukan oleh PKP penerima fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan
Ekspor (KITE) agar pemeriksa meneliti apakah terdapat penyerahan BKP
kepada pengusaha di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) mengingat
PKP penerima fasilitas KITE sebenarnya harus mengekspor BKP hasil
produksinya.
10. Agar
pemeriksa memperhatikan data-data suspect list pada Surat Edaran
tentang Daftar Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah dan pada intranet DJP
dan atau Surat Edaran lain yang berkenaan dengan pelaksanaan
konfirmasi dan langkah-langkah penanganan Faktur Pajak Tidak Sah.
III. Ketentuan
Penutup dan Peralihan.
1. Dengan
diberlakukannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, maka Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dinyatakan
tidak berlaku.
2. Permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan surat
keputusan untuk Masa Pajak sebelum Masa Pajak Januari 2008 yang
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak atau disampaikan oleh Pengusaha
Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum berlakunya Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini, diberlakukan ketentuan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu
Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
3. Permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan surat
keputusan untuk Masa Pajak Januari 2008 dan Masa Pajak berikutnya
berlaku ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-48/PJ/2008 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
IV. Lain-lain
Agar dalam penyelesaian permohonan restitusi petugas
pajak (kepala kantor, kepala seksi, Korlak/AR, pelaksana, ataupun
pemeriksa pajak) mematuhi prosedur dan tata cara serta ketentuan yang
berlaku dalam pelaksanaan penyelesaian permohonan restitusi tersebut,
yang dimulai dari proses penerimaan SPT Masa PPN (baik sebagai
permohonan pengembalian maupun sebagai kewajiban PKP untuk melaporkan
kegiatannya), pemeriksaan, penerbitan SKPLB atau SKPPKP, sampai
dengan proses penerbitan SPMKP.
Dengan
terbitnya Surat Edaran ini, maka penegasan yang diberikan dalam Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.53/2006 tanggal 15
Agustus 2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dinyatakan
tidak berlaku.
Demikian
untuk dimaklumi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 16 Desember 2008
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
DARMIN
NASUTION
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN
NOMOR
103/PMK.03/2009 TANGGAL 10 JUNI 2009
TENTANG
PERUBAHAN
KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG
JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN
BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI
KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka meningkatkan industri properti
nasional perlu mengatur kembali batasan dan jenis-jenis hunian mewah
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (4)
Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18
TAHUN 2000 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000
tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang
Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Peraturan Pemerintah nomor 145 TAHUN 2000 tentang
Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 261, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4063) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah nomor 12 TAHUN 2006 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4619);
4. Keputusan
Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004
tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan
Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 137/PMK.011/2008;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI
KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG
TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.
Pasal I
Mengubah
Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/KMK.03/2004 tentang
Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan
Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah
beberapa kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan:
a. Nomor
35/PMK.03/2008;
b. Nomor
137/PMK.011/2008;
sehingga
menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri
Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal II
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 10 Juni 2009
MENTERI
KEUANGAN,
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
Diundangkan
di Jakarta
Pada
tanggal 10 Juni 2009
MENTERI
HUKUM DAN HAK
ASASI
MANUSIA,
ttd
ANDI
MATTALATTA
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 131
LAMPIRAN
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 103/PMK.03/2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG
KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG
DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
DAFTAR
JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN
BERMOTOR
YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
DENGAN
TARIF SEBESAR 20% (DUA PULUH PERSEN)
NO
|
URAIAN BARANG
|
NOMOR HS
|
a.
a.1
a.2
b.
b.1
b.2
|
Kelompok alat rumah tangga, pesawat
pendingin, pesawat pemanas, selain yang disebut dalam Lampiran I
adalah:
Tungku, kompor, tungku terbuka, alat
masak (termasuk tungku dengan ketel tambahan untuk pemanasan
sentral), panggangan besar, anglo, gelang gas, piring pemanas, dan
peralatan rumah tangga tanpa listrik semacam itu dari besi atau
baja, jenis non portable.
- Peralatan masak dan piring
pemanas:
-- Dengan bahan bakar gas atau gabungan gas dan bahan
bakar lainnya.
- Peralatan lainnya:
-- Dengan bahan bakar gas atau gabungan gas dan bahan
bakar lainnya.
Lemari pendingin
- Kombinasi lemari pendingin-pembeku, dilengkapi
dengan pintu luar terpisah, dari tipe rumah tangga dengan
kapasitas melebihi 230 liter
- Lemari pendingin tipe rumah tangga dengan kapasitas
melebihi 230 liter:
--Tipe kompresi
--Tipe absorpsi,
elektris
-- Lain-lain
Kelompok
hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town
house, dan sejenisnya, adalah:
Rumah
dan town house dari jenis non strata title, dengan luas bangunan
350 m2 atau lebih.
Apartemen,
kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya,
dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih.
|
ex 7321.11.00.00
ex 7321.19.00.00
ex 7321.81.00.00
ex 7321.89.00.00
ex 8418.10.10.90
ex 8418.21.00.90
ex 8418.29.00.90
ex 8418.29.00.90
|
MENTERI
KEUANGAN
REPUBLIK
INDONESIA
NO
|
URAIAN BARANG
|
NOMOR HS
|
c.
c.1
c.2
c.3
c.4
d.
d.1
|
Kelompok pesawat penerima siaran
televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang disebut
dalam Lampiran I
Aparatus penerima untuk televisi,
digabung atau tidak dengan penerima siaran radio atau aparatus
perekam atau pereproduksi suara atau video; monitor video:
- Aparatus penerima untuk televisi
berukuran di atas 43 inch
--Set top box yang mempunyai fungsi komunikasi
(ITAI/B-203)
-- PCA untuk digunakan dengan mesin
ADP (ITAI/B-199)
-- Lain-lain
- Monitor video berwarna di atas 43
inch
-- Monitor tipe FPD untuk data video dan komputer,
untuk overhead projektor(ITAI/B-200)
-- Lain-lain
- Proyektor video:
-- mempunyai kapasitas untuk memproyeksikan pada
layar berukuran 300 inci atau lebih
-- Proyektor data video dan komputer
tipe FPD (ITAI/B-200)
-- Lain-lain
Antena dan reflektor antena dari
segala jenis; selain yang digunakan untuk keperluan penyiaran
radio atau televisi, usaha jasa telekomunikasi, dan yang digunakan
untuk alat radar, alat radio pembantu navigasi dan alat radio
kendali jarak jauh.
Antena dan reflektor antena dari
segala jenis untuk penerima siaran radio atau televisi dengan
nilai impor atau harga jual Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah) atau lebih per set atau per unit.
Kelompok mesin pengatur suhu udara,
mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik,
dan instrumen musik, selain yang disebut dalam Lampiran I.
Mesin pengatur suhu udara, terdiri
dari kipas yang digerakkan dengan motor dan elemen untuk mengubah
suhu dan kelembaban udara, termasuk mesin tersebut yang tidak
dapat mengatur kelembaban udara secara terpisah.
- Dari tipe jendela atau dinding, dengan kapasitas
pendingin di atas 2 PK sampai dengan 3 PK
- Dari jenis yang digunakan untuk orang, di dalam
kendaraan bermotor
|
ex 8528.71.10.00
ex 8529.90.55.00
ex 8528.71.90.00
ex 8528.72.10.00
ex 8528.72.90.00
ex 8528.49.10.00
ex 8528.59.10.00
ex 8528.49.10.00
ex 8528.59.10.00
8528.69.00.00
8528.69.00.00
8528.69.00.00
ex 8529.10.99.00
ex 8529.10.99.00
ex 8415.10.10.00
8415.20.00.00
|
MENTERI
KEUANGAN
REPUBLIK
INDONESIA
NO
|
URAIAN BARANG
|
NOMOR HS
|
d.2
d.3
d.4
d.5
d.6
e.
|
Mesin pencuci piring,
dari tipe rumah tangga:
- dioperasikan secara elektrik
- tidak dioperasikan
secara elektrik
Mesin pengering dengan kapasitas
linen kering tidak melebihi 10 kg dari jenis yang dipakai untuk
rumah tangga.
Microwave oven
Piano termasuk piano otomatis;
harpsichord dan instrumen keyboard bersenar lainnya
- Piano tegak
- Grand Piano
- Lain-lain
Instrumen musik, dengan suara yang
dihasilkan, atau harus diperkuat, secara elektrik (misalnya :
organ, gitar, akordeon).
- Instrumen keyboard, selain
akordeon
- Lain-lain
Kelompok
wangi-wangian.
Parfum
dan cairan pewangi yang siap untuk dijual eceran dengan nilai
impor atau harga jual Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) atau lebih
per ml.
|
8422.11.10.00
8422.11.20.00
ex 8451.21.00.00
8516.50.00.00
9201.10.00.00
9201.20.00.00
9201.90.00.00
9207.10.00.00
9207.90.00.00
ex 3303.00.00.00
|
MENTERI
KEUANGAN
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
Salinan
sesuai dengan aslinya,
Kepala
Biro Umum
u.b.
Kepala
Bagian T.U. Departemen
ttd
Antonius
Suharto
NIP
060041107
SURAT
EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR
SE-37/PJ/2010 TANGGAL 10 MARET 2010
TENTANG
PENYAMPAIAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-8/PJ/2010 TENTANG SAAT
TERUTANGNYA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG
KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA
DAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH ANTAR CABANG
Bersama
ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-8/PJ/2010 tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Dari
Pusat Ke Cabang Atau Sebaliknya Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah Antar Cabang.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal Pengusaha mempunyai lebih dari satu tempat
pajak terutang, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan,
maka Pengusaha tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
pada setiap tempat pajak terutang, kecuali dilakukan pemusatan tempat
pajak terutang.
2. Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah oleh Pengusaha Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah antar cabang,
terutang Pajak Pertambahan Nilai.
3. Dalam hal pusat atau cabang yang menyerahkan Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah adalah Pengusaha Kena Pajak yang
menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, atas penyerahan
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (2) belum terutang
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4. Saat terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah
atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sebagaimana
dimaksud pada angka (3) ditetapkan pada saat penyerahan Barang Kena
Pajak tersebut dari Pengusaha Kena Pajak pusat atau cabang kepada
pihak lain.
5. Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini
berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-428/PJ./2002
tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas
Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke
Cabang atau Sebaliknya dan Penyerahan Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah Antar Cabang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 10 Maret 2010
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO
SURAT
EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR
SE-59/PJ/2010 TANGGAL 3 MEI 2010
TENTANG
PENGGUNAAN
APLIKASI E-SPT PPN 1107 SEHUBUNGAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG
NOMOR 42 TAHUN 2009
Sehubungan
dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
PER-14/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang
Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) serta memperhatikan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-6/PJ/2009 tanggal 20 Januari 2009
tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk
Elektronik, dengan ini disampaikan penegasan sebagai berikut:
1. Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan
menggunakan aplikasi e-SPT tetap menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107
yang sudah ada sampai Formulir SPT Masa PPN yang baru selesai dibuat
yang direncanakan digunakan paling lambat 1 Januari 2011.
2. Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur
Pajak kepada pembeli tanpa identitas dan Pengusaha Kena Pajak yang
menerbitkan Faktur Pajak dalam rangka penyerahan BKP kepada turis
asing, pelaporan dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 dilakukan dengan cara
menggunggung nilai Dasar Pengenaan Pajak dan PPN-nya pada Lampiran
1107 A Bagian III “Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak
Sederhana”.
3. Bagi Pengusaha Kena Pajak Toko Ritel yang ditunjuk
melakukan penyerahan kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri
yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPN
1107, wajib melampirkan Daftar Rincian Penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada Lampiran PER-14/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010 secara
manual. Daftar Rincian tersebut merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari SPT Masa PPN Toko Ritel yang bersangkutan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak lainnya yang melakukan
penyerahan kepada pembeli tanpa identitas (Nama dan NPWP pembeli
tidak diisi) tidak wajib melampirkan daftar rinciannya pada saat
menyampaikan e-SPT PPN 1107 tetapi cukup mengadministrasikan rincian
yang dimaksud.
4. Untuk mengakomodir apabila terjadi Nomor Faktur Pajak
yang diinput dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 A Bagian II “Penyerahan
dalam Negeri Dengan Faktur Pajak” tidak berurutan, maka Wajib Pajak
terlebih dahulu mengubah setting aplikasi e-SPT PPN 1107 pada
Informasi Profile bagian Penomoran Faktur diubah menjadi Input
Manual.
5. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan
Usaha Tertentu sebagaimana dimaksud Peraturan Menteri Keuangan Nomor
: PMK-79/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010, dan menyampaikan SPT Masa
PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107 cara Penghitungan
Norma, agar terlebih dahulu mengunduh aplikasi e-SPT PPN 1107 versi
3.1 yang dapat diperoleh pada portaldjp atau www.pajak.go.id.
Penyesuaian dilakukan atas formulasi penghitungan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 3 Mei 2010
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar