sugeng rawuh...

sugeng rawuh...

Minggu, 16 Desember 2012

Barang Jasa Kena Pajak





SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-05/PJ./2008 TANGGAL 6 FEBRUARI 2008
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-2/PJ./2008 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG DI DALAM NEGERI


Bersama ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ./2008 tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibayar Oleh Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng di Dalam Negeri. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1. Minyak Goreng adalah:
a. Minyak Goreng Sawit Curah Tidak Bermerek;
b. Minyak Goreng Kelapa/Sawit Dalam Kemasan.
2. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah produsen atau distributor atau agen atau pedagang pengecer yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, yang melakukan penyerahan Minyak Goreng.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP dibayar oleh pemerintah.
4. Ketentuan dan tata cara pengisian Faktur Pajak atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP adalah sebagai berikut:
4.1. PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak atas setiap penyerahan Minyak Goreng;
4.2. Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat penyerahan dilakukan;
4.3. Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar atas penyerahan Minyak Goreng adalah dengan menggunakan Kode Transaksi 07 dipersamakan dengan penyerahan yang PPN dan atau PPn BM Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN;
4.4. Faktur Pajak yang diterbitkan harus dibubuhi :
a. cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 14/PMK.011/2008" untuk penyerahan Minyak Goreng Sawit Curah Tidak Bermerek;
b. cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 15/PMK.011/2008" untuk penyerahan Minyak Goreng Kelapa/Sawit Dalam Kemasan.
5. Ketentuan dan tata cara pelaporan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP adalah sebagai berikut:
5.1. PKP melaporkan Faktur Pajak Standar atas penyerahan Minyak Goreng dalam SPT Masa PPN sesuai dengan tata cara pelaporan untuk Kode Transaksi 07;
5.2. PKP wajib melaporkan Faktur Pajak sederhana atas penyerahan Minyak Goreng dalam SPT Masa PPN Formulir 1107A pada butir III (Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Sederhana) dengan mengisi nilai harga jual pada kolom DPP dan PPN yang terutang pada kolom PPN (Rupiah) tidak perlu diisi;
5.3. PKP wajib membuat daftar rincian Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan Minyak Goreng dengan menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan;
5.4. PKP wajib melaporkan daftar rincian sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 sebagai lampiran kelengkapan SPT Masa PPN;
5.5. Daftar rincian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN.
6. PPN yang dibayar oleh PKP atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan dan/atau menyerahkan Minyak Goreng merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. PPN yang dibayar oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada butir 3 tidak dapat dikreditkan.
8. Dalam hal SPT Masa PPN yang dilaporkan oleh PKP menunjukkan lebih bayar maka atas PPN lebih bayar tersebut dapat dimintakan pengembalian oleh PKP. Tata cara permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
9. Untuk kepentingan perhitungan dan pengawasan pelaksanaan PPN yang dibayar oleh pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP dan dalam rangka memberikan pelayanan terhadap PKP maka diminta:
9.1. Kepala KPP untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengawasi pelaporan SPT Masa PPN dan daftar rincian PPN yang dibayar oleh pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng;
b. Membuat daftar rincian PKP sebagaimana dimaksud pada butir 2 (dua), dengan membagi dalam dua kelompok yakni kelompok produsen/pabrikan dan distributor/pengecer Minyak Goreng;
c. Mengkompilasi daftar rincian PPN yang dibayar oleh Pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng dan mengirimkan ke Kepala Kantor Wilayah DJP masing-masing paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format laporan pada lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
d. Menyelesaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN oleh PKP sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku
9.2. Kepala Kantor Wilayah DJP untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengawasi dan mengkoordinir KPP pada wilayah kerja masing-masing dalam pelaksanaan PPN dibayar Pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng;
b. Mengkompilasi laporan dari KPP dan mengirimkan laporan kompilasi kepada Direktur Jenderal Pajak u/p Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format laporan pada lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9.3. Laporan Kompilasi sebagaimana tersebut pada butir 9.2 huruf b agar disampaikan tepat waktu mengingat data tersebut akan digunakan sebagai dasar perhitungan DJP untuk mengajukan tagihan atas PPN yang dibayar oleh pemerintah.
Dengan terbitnya Surat Edaran ini, maka penegasan yang diberikan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-41/PJ./2007 tanggal 25 September 2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-sebaiknya.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 06 Februari 2008


DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
DARMIN NASUTION




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-86/PJ/2009 TANGGAL 7 SEPTEMBER 2009
TENTANG
PENJELASAN MENGENAI PPN ATAS IMPOR/PENYERAHAN KAPAL TONGKANG


Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan Wajib Pajak mengenai apakah PPN atas impor/penyerahan kapal tongkang termasuk yang dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut:
1. Bahwa berdasarkan penjelasan pasal 16B ayat (1) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, menjelaskan antara lain bahwa dalam rangka mendorong pengembangan armada nasional dibidang angkutan darat, air, dan udara dapat diberikan kemudahan dibidang perpajakan secara terbatas berupa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak dengan Peraturan Pemerintah.
2. Berdasarkan Pasal 1 angka 36 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, diatur bahwa Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
3. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, jo Pasal 1 angka 1 huruf e dan Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu menetapkan bahwa impor kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang dilakukan dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusaahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
4. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, jo Pasal 1 angka 1 huruf e dan Pasal 6 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu menetapkan bahwa penyerahan kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
5. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, dengan ini ditegaskan bahwa:
a. atas impor kapal tongkang yang dilakukan dan digunakan oleh perusahaan Pelayaran Niaga Naisonal atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
b. atas penyerahan kapal tongkang kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 7 September 2009


DIREKTUR JENDERAL,
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO






SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-47/PJ/2009 TANGGAL 27 APRIL 2009
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN PEMERINTAH nomor 28 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEBANDARUDARAAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA NIAGA UNTUK PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA YANG MELAKUKAN PENERBANGAN LUAR NEGERI


Sehubungan dengan telah ditetapkan dan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kebandarudaraan Tertentu kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga untuk Pengoperasian Pesawat Udara yang Melakukan Penerbangan Luar Negeri, dengan ini disampaikan fotokopi Peraturan Pemerintah dimaksud. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Atas jasa kebandarudaraan tertentu berupa:
a. pelayanan jasa penerbangan;
b. pelayanan jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara;
c. pelayanan jasa konter;
d. pelayanan jasa garbarata (aviobridge); dan/atau
e. pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan/atau pos.
yang diserahkan oleh penyelenggara bandar udara kepada perusahaan angkutan udara niaga nasional maupun asing yang melakukan kegiatan penerbangan luar negeri dibebaskan dari pengenaan PPN.
2. Pembebasan dari pengenaan PPN tersebut diberikan dengan syarat bahwa pesawat yang melakukan penerbangan luar negeri tersebut tidak mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dalam negeri dari satu bandar udara ke bandar udara lainnya di Indonesia. Khusus untuk pesawat yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga asing, disamping syarat tersebut juga disyaratkan adanya asas timbal balik, yaitu negara dimana perusahaan angkutan udara niaga asing yang bersangkutan berkedudukan juga memberikan perlakuan perpajakan yang sama terhadap pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional yang melakukan penerbangan luar negeri di negara tersebut.
3. Apabila syarat pada butir 2 tidak terpenuhi maka PPN yang terutang atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu tersebut wajib dibayar paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal tidak terpenuhinya syarat dimaksud, dimana apabila PPN yang terutang tidak dibayar dalam jangka waktu tersebut maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak terkait menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk menagih pokok pajak dimaksud beserta sanksi administrasinya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
4. Atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN tetap wajib diterbitkan Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan, namun pada Faktur Pajaknya diberi cap atau keterangan yang bertuliskan “PPN dibebaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009”.
5. Peraturan Pemerintah tersebut mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu tanggal 24 Maret 2009.
Demikian untuk dimaklumi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 27 April 2009


DIREKTUR JENDERAL,
ttd
DARMIN NASUTION




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 70/PMK.03/2010 TANGGAL 31 MARET 2010
TENTANG
BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN,


Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai;


Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.


Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
2. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
3. Jasa Maklon adalah jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
4. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
5. Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.
6. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.


Pasal 2
(1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak.
(3) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah 0% (nol persen).
(4) Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Penggantian.


Pasal 3
Batasan kegiatan Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut:
a. untuk Jasa Maklon:
1. pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak berada di luar Daerah Pabean dan merupakan Wajib Pajak Luar Negeri serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 Tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya;
2. spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak;
3. bahan adalah bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses menjadi Barang Kena Pajak yang dihasilkan;
4. kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak; dan
5. pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.
b. untuk selain Jasa Maklon:
1. jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau
2. jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean.


Pasal 4
Jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut:
a. Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a;
b. jasa perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b angka 1;
c. jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi, yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b angka 2.


Pasal 5
(1) Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Kena Pajak adalah pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak.
(2) Saat Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai penghasilan.


Pasal 6
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan, atau tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 7
(1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib membuat Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak.
(2) Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilampiri dengan invoice sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan adalah dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
(3) Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.


Pasal 8
(1) Atas kegiatan ekspor barang yang dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon oleh Pengusaha Kena Pajak eksportir Jasa Maklon tidak dilaporkan sebagai ekspor Barang Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pajak Pertambahan Nilai atas:
a. perolehan Barang Kena Pajak;
b. perolehan Jasa Kena Pajak;
c. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
d. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dan/atau
e. impor Barang Kena Pajak,
yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan ekspor Jasa Maklon, merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.


Pasal 9
Terhadap ekspor Jasa Kena Pajak baik sebagian atau seluruhnya yang dilakukan sebelum tanggal 1 April 2010, dan Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai penghasilan pada atau setelah tanggal 1 April 2010, dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.


Pasal 10
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak Selain Jasa yang Dilakukan oleh Pemborong, Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri dan Jasa Telekomunikasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, terhitung sejak tanggal 1 Januari 1995.


Pasal 11
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 31 Maret 2010


MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2010


MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 153





SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-119/PJ/2010 TANGGAL 16 NOPEMBER 2010
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA ANGKUTAN UMUM DI JALAN


Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa angkutan umum di jalan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2006, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4A ayat (3) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, bahwa jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
2. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2006, bahwa yang dimaksud dengan Kendaraan Angkutan Umum adalah kendaraan motor yang dipergunakan untuk kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, dengan menggunakan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam.
3. Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan butir 2, dengan ini ditegaskan bahwa penyerahan jasa Angkutan Umum di jalan dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sepanjang menggunakan kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam, termasuk penyerahan jasa Angkutan Umum di jalan dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum yang bersifat charter atau sewa.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 16 November 2010


DIREKTUR JENDERAL,
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO






PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 30/PMK.03/2011 TANGGAL 28 PEBRUARI 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN,


Menimbang :
a. bahwa untuk lebih memberikan kepastian perlakuan Pajak Pertambahan Nilai yang terkait dengan pemasukan dan pengeluaran barang dalam rangka ekspor Jasa Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen), perlu menyempurnakan ketentuan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai untuk Jasa Maklon termasuk ketentuan pengkreditan Pajak Masukan yang terkait dengan ekspor barang hasil maklon sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai;


Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.


Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 3 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
2. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
3. Jasa Maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan bahan baku dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
4. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
5. Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.
6. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dad Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
2. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Atas kegiatan ekspor Barang Kena Pajak yang dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon oleh Pengusaha Kena Pajak eksportir Jasa Makion dilaporkan sebagai ekspor Barang Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pajak Pertambahan Nilai atas:
a. perolehan Barang Kena Pajak;
b. perolehan Jasa Kena Pajak;
c. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
d. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; dan/atau
e. impor Barang Kena Pajak,
merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 28 Pebruari 2011


MENTERI KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Pebruari 2011


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 109






PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 102/PMK.011/2011 TANGGAL 13 JULI 2011
TENTANG
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN BERUPA FILM CERITA IMPOR DAN PENYERAHAN FILM CERITA IMPOR, SERTA DASAR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS KEGIATAN IMPOR FILM CERITA IMPOR


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN,


Menimbang :
a. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas film cerita impor, perlu menetapkan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan atas penyerahan film cerita impor;
b. bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak telah diatur penetapan Nilai Lain sebagai dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai antara lain untuk penyerahan film cerita;
c. bahwa dalam rangka pengenaan/perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas film cerita impor dan sehubungan dengan penetapan tarif spesifik untuk bea masuk atas impor film, perlu pengaturan secara tersendiri mengenai pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita impor, serta dasar pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas kegiatan impor film cerita impor;
d. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk menetapkan Nilai Lain sebagai dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
e. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur dasar pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Berupa Film Cerita Impor dan Penyerahan Film Cerita Impor, serta Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor;


Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN BERUPA FILM CERlTA IMPOR DAN PENYERAHAN FILM CERITA IMPOR, SERTA DASAR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS KEGIATAN IMPOR FILM CERITA IMPOR.


Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
2. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009.
3. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
4. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
5. Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
6. Film Cerita Impor adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara yang mengisahkan cerita fiktif atau narasi dan dapat dipertunjukkan yang direkam pada pita seluloid, pita video, cakram optik, atau bahan lainnya yang berasal dari luar Daerah Pabean untuk dieksploitasi di dalam negeri.
7. Importir adalah pelaku usaha perfilman yang melakukan usaha impor film dan/atau pengedaran film.
8. Pengusaha Bioskop adalah pelaku usaha perfilman yang menyelenggarakan pertunjukan film di bioskop.


Pasal 2
(1) Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean berupa Film Cerita Impor, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipungut pada saat impor media Film Cerita Impor.
(3) Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Nilai Lain.
(4) Nilai Lain sebagaimana climaksud pada ayat (3) telah memperhitungkan nilai dari media Film Cerita Impor.
(5) Nilai Lain yang digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah berupa uang yang ditetapkan sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per copy Film Cerita Impor.


Pasal 3
(1) Atas penyerahan Film Cerita Impor oleh Importir kepada Pengusaha Bioskop, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan Film Cerita Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Nilai Lain.
(3) Nilai Lain yang digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah berupa uang yang ditetapkan sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per copy Film Cerita Impor.
(4) Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipungut hanya sekali untuk setiap copy Film Cerita Impor, yang pemungutannya dilakukan pada saat pertama kali copy Film Cerita Impor tersebut diserahkan kepada Pengusaha Bioskop.


Pasal 4
Besarnya Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 3 ayat (3) dapat ditinjau kembali secara berkala, yang penetapannya dilakukan dengan Peraturan Menteri Keuangan.


Pasal 5
(1) Dasar pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk kegiatan impor Film Cerita Impor adalah Nilai Impor atas media Film Cerita Impor.
(2) Nilai Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
Pasal 6
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, terhadap penyerahan Film Cerita Impor tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.


Pasal 7
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 13 Juli 2011


MENTERI KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juli 2011


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 405





SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-38/PJ/2012 TANGGAL 3 AGUSTUS 2012
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 82/PMK.03/2012 TENTANG KRITERIA DAN/ATAU RINCIAN JASA YANG DISEDIAKAN OLEH PEMERINTAH DALAM RANGKA MENJALANKAN PEMERINTAHAN SECARA UMUM YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


A. Umum
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2012 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa yang Disediakan oleh Pemerintah dalam rangka Menjalankan Pemerintahan secara Umum yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, dengan ini perlu disampaikan penegasan atas pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan tersebut.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Ketentuan ini dibuat agar dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jenis jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
2. Tujuan
a. Agar tercapai keseragaman dan pemahaman yang sama dalam melaksanakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2012.
b. Memberikan penjelasan mengenai jenis jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
C. Ruang Lingkup
Ketentuan ini mengatur penjelasan lebih lanjut jenis jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
D. Dasar
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2012 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa yang Disediakan oleh Pemerintah dalam rangka Menjalankan Pemerintahan secara Umum yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
E. Materi
1. Atas penyerahan jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
2. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum tersebut merupakan:
a. jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan
b. jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
3. Termasuk dalam pengertian jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum adalah:
a. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan;
b. Pemberian Izin Usaha Perdagangan;
c. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. Pembuatan Kartu Tanda Penduduk;
e. Pemberian Hak Paten;
f. Pemberian Merk;
g. Pemberian Hak Cipta;
h. Pembuatan akte kelahiran;
i. Pembuatan akte nikah; dan
j. Pemberian visa.
4. Apabila terdapat jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum di luar angka 3 di atas, dan memenuhi jenis jasa pada angka 2, maka atas penyerahannya tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Apabila Pemerintah melakukan penyerahan jasa selain jasa pada angka 3 dan 4, maka atas penyerahan jasa tersebut dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai peraturan perundang-undangan.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 3 Agustus 2012


DIREKTUR JENDERAL,
ttd
A. FUAD RAHMANY



PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 85/PMK.03/2012 TANGGAL 6 JUNI 2012
TENTANG
PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 16A Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009, telah diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya;
b. bahwa dalam rangka lebih memudahkan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha Milik Negara, perlu menunjuk Badan Usaha Milik Negara untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya;


Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA.


Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.


Pasal 2
Badan Usaha Milik Negara ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.


Pasal 3
(1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha Milik Negara dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Badan Usaha Milik Negara.
(2) Rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara.


Pasal 4
(1) Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
(2) Dalam hal atas penyerahan Barang Kena Pajak selain terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jumlah Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang harus dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara adalah sebesar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.


Pasal 5
(1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara dalam hal:
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d. pembayaran atas rekening telepon;
e. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
f. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(2) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 6
(1) Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.


Pasal 7
(1) Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
(2) Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(3) Badan Usaha Milik Negara wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Badan Usaha Milik Negara terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
(4) Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
(5) Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 8
Dalam hal Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Badan Usaha Milik Negara tersebut dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 6 Juni 2012


MENTERI KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Juni 2012


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 585
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/PMK.03/2012 TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA


MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA


TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH BADAN USAHA MILIK NEGARA


I. KETENTUAN UMUM:
a. BKP : Barang Kena Pajak
b. JKP : Jasa Kena Pajak
c. KPP : Kantor Pelayanan Pajak
d. NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak
e. KPPN : Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
f. PPN : Pajak Pertambahan Nilai
g. PPnBM : Pajak Penjualan atas Barang Mewah
h. SSP : Surat Setoran Pajak
II. TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN:
1. Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Badan Usaha Milik Negara.
2. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
3. SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai penyetor atas nama Rekanan.
4. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
5. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukkan sebagai berikut:
a. lembar kesatu untuk Badan Usaha Milik Negara;
b. lembar kedua untuk Rekanan; dan
c. lembar ketiga untuk Badan Usaha Milik Negara yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
6. SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut:
a. lembar kesatu untuk Rekanan;
b. lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
c. lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
d. lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
e. lembar kelima untuk Badan Usaha Milik Negara yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7. Badan Usaha Milik Negara yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap “Disetor Tanggal ……” dan menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5.
8. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.
III. TATA CARA PELAPORAN:
Pelaporan dilakukan setiap bulan dan laporan disampaikan ke KPP tempat Badan Usaha Milik Negara terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak, dengan menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN”, dan dilampiri dengan Faktur Pajak lembar ke-3, dan SSP lembar ke-5 dalam hal terdapat pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM MENTERI KEUANGAN,
u.b. ttd
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd ttd
GIARTO
NIP 195904201984021001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar