14_PMK_03_2011
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 14/PMK.03/2011 TANGGAL 24 JANUARI 2011
TENTANG
PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK SESUDAH DIKURANGI
PAJAK DARI SUATU BENTUK USAHA TETAP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan
perpajakan atas penanaman kembali Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi
Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008 tentang Perlakuan Perpajakan
atas Penghasilan Kena Pajak sesudah Dikurangi Pajak dari Suatu Bentuk
Usaha Tetap, perlu mengatur kembali perlakuan perpajakan atas penanaman
kembali Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari
suatu Bentuk Usaha Tetap;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang nomor
7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan
Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak dari Suatu Bentuk Usaha Tetap;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENGHASILAN
KENA PAJAK SESUDAH DIKURANGI PAJAK DARI SUATU BENTUK USAHA TETAP.
Pasal 1
(1) Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan
dari suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang nomor 7 TAHUN
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
(2) Dalam hal Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan
dari suatu Bentuk Usaha Tetap ditanamkan kembali di Indonesia, penghasilan
dimaksud dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diberikan apabila seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap ditanamkan
kembali di Indonesia dalam bentuk:
a. penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
b. penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai pemegang saham;
c. pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia; atau
d. investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia.
Pasal 2
(1) Seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan
dari suatu Bentuk Usaha Tetap yang ditanamkan kembali di Indonesia yang
dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (3), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. penanaman kembali di Indonesia harus dilakukan paling lama pada
akhir Tahun Pajak berikutnya, setelah Tahun Pajak diperolehnya penghasilan
tersebut bagi Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal, realisasi penanaman
kembali yang telah dilakukan dan/atau saat mulai berproduksi komersial
bagi perusahaan yang baru didirikan, yang dilakukan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2) Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) huruf a, selain persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara
aktif telah melakukan kegiatan usaha sesuai akta pendiriannya, paling
lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan
atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
sejak perusahaan baru dimaksud berproduksi komersial.
(3) Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) huruf b, selain persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai
kegiatan usaha aktif di Indonesia; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan
atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun
sejak penyertaan modal.
(4) Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk:
a. pembelian aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3)
huruf c; atau
b. investasi berupa aktiva tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (3) huruf d,
selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bentuk Usaha
Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas pembelian
aktiva tetap atau pengalihan atas investasi berupa aktiva tidak berwujud,
paling sedikit dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak perolehan aktiva
tetap atau investasi aktiva tidak berwujud yang bersangkutan.
(5) Dalam hal persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), tidak lagi dipenuhi, atas Penghasilan
Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha
Tetap yang terkait, dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) terhitung sejak diperolehnya Penghasilan Kena Pajak
yang bersangkutan, dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
Pasal 3
(1) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali
seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3), wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal yang dilakukan
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan
melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak diterima
atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.
(2) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai realisasi
penanaman kembali yang telah dilakukan, kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan melampirkan pada Surat Pemberitahuan
Tahunan untuk Tahun Pajak saat dilakukan realisasi penanaman kembali
tersebut.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. jumlah Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan
dari Bentuk Usaha Tetap dan Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
b. bentuk penanaman kembali, jumlah realisasi penanaman kembali, dan
Tahun Pajak dilakukan realisasi penanaman kembali.
Pasal 4
(1) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali
seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) huruf a wajib
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai saat mulai berproduksi
komersial.
(2) Saat berproduksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
saat perusahaan yang baru didirikan tersebut telah mulai memproduksi
barang untuk dijual bagi perusahaan manufaktur atau saat perusahaan
mulai melakukan penjualan barang dan/atau jasa bagi perusahaan selain
manufaktur.
(3) Keputusan tentang saat berproduksi komersial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak Bentuk Usaha Tetap terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak
berdasarkan hasil penelitian Kantor Pelayanan Pajak dimaksud, paling
lama 6 (enam) bulan setelah Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap meyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai saat berproduksi komersial.
(4) Penetapan saat berproduksi komersial sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan berdasarkan keadaan sebenarnya dengan memperhatikan
saat mulai berproduksi komersial yang disampaikan oleh Wajib Pajak Bentuk
Usaha Tetap yang bersangkutan.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah lewat
dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan tentang
saat berproduksi komersial, saat berproduksi komersial adalah berdasarkan
pemberitahuan tertulis yang disampaikan oleh Wajib Pajak Bentuk Usaha
Tetap yang bersangkutan.
Pasal 5
Dalam hal induk perusahaan dari Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah
Wajib Pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunyai Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda dengan Indonesia, besarnya tarif untuk menghitung
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) adalah
sebagaimana ditentukan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak yang berlaku.
Pasal 6
Dalam hal penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Bentuk Usaha Tetap dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final,
dasar pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) adalah Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan pembukuan
yang sudah dilakukan koreksi fiskal, dikurangi dengan jumlah Pajak Penghasilan
yang bersifat final.
Pasal 7
Tata cara pemberitahuan secara tertulis oleh Wajib Pajak Bentuk Usaha
Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008 tentang Perlakuan Perpajakan
atas Penghasilan Kena Pajak sesudah Dikurangi Pajak dari Suatu Bentuk
Usaha Tetap, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 24 Januari 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan Di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 33
257_PMK_03_2008 |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 257/PMK.03/2008 TANGGAL 31 DESEMBER 2008
TENTANG
PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK SESUDAH DIKURANGI
PAJAK DARI SUATU BENTUK USAHA TETAP
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang
nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Perpajakan Atas
Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak dari Suatu Bentuk Usaha
Tetap;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENGHASILAN
KENA PAJAK SESUDAH DIKURANGI PAJAK DARI SUATU BENTUK USAHA TETAP.
Pasal 1
(1) Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan
dari suatu Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan
Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008.
(2) Dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) apabila penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia,
dengan persyaratan sebagai berikut:
a. penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak
setelah dikurangi Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada
perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai
pendiri atau peserta pendiri;
b. perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana
dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai
dengan akte pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan
tersebut didirikan;
c. penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling
lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya
penghasilan tersebut; dan
d. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling
singkat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut
telah berproduksi komersial.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
lagi dipenuhi, penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sebagai Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan atas
BUT bersangkutan terhitung sejak diperolehnya Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi Pajak Penghasilan tersebut dan dikenai sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 2
Wajib Pajak BUT yang melakukan penanaman kembali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (2), wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai bentuk penanaman yang dilakukan kepada Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar, dan dilampirkan pada Surat Pemberitahuan
Tahunan tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.
Pasal 3
(1) Wajib Pajak BUT yang melakukan penanaman kembali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (2) harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai saat mulai berproduksi komersial.
(2) Penentuan saat mulai berproduksi komersial dilakukan oleh Direktur
Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Penentuan saat mulai berproduksi komersial sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan berdasarkan keadaan sebenarnya dan dengan memperhatikan
saat mulai berproduksi komersial sebagaimana disampaikan Wajib Pajak
BUT yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 4
Dalam hal perusahaan induk dari Wajib Pajak BUT adalah Wajib Pajak
dalam negeri dari negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, besarnya tarif untuk penerapan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) adalah sebagaimana
ditentukan dalam P3B tersebut.
Pasal 5
Dalam hal penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak BUT dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, dasar pengenaan
PPh Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG
nomor 36 TAHUN 2008 adalah Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan
pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal dikurangi dengan Pajak Penghasilan
yang bersifat final.
Pasal 6
Tata cara pemberitahuan secara tertulis oleh Wajib Pajak BUT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 7
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 113/KMK.03/2002 tentang Perlakuan Perpajakan
atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak dari Suatu Bentuk
Usaha Tetap, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 31 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
SE_2_PJ_03_2008
SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-2/PJ.03/2008 TANGGAL 31 JULI 2008
TENTANG
PENEGASAN ATAS PENERAPAN NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS PENGHASILAN NETO
BAGI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI YANG MEMPUNYAI KANTOR PERWAKILAN DAGANG
(REPRESENTATIVE OFFICE/LIAISON OFFICE) DI INDONESIA
Sehubungan dengan adanya pertanyaan mengenai penerapan norma penghitungan
khusus penghasilan neto bagi Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai
Kantor Perwakilan Dagang (representative office/liaison office) di Indonesia
sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-667/PJ./2001
tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak
Luar Negeri Yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang Di Indonesia, dengan
ini ditegaskan bahwa:
1. KEP-667/PJ./2001 tersebut mengatur:
a. "Pasal 2 Ayat (1)
Penghasilan
neto dari Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang
di Indonesia ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai ekspor bruto".
b. "Pasal
2 Ayat (2)
Pelunasan
Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sebesar 0,44% (empat puluh empat per seribu) dari nilai ekspor
bruto dan bersifat final".
c. Adapun
dasar perhitungan 0,44% adalah sebagai berikut:
PPh atas penghasilan
kena pajak terutang
|
30% x 1%
|
=
|
0.30%
|
Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi
pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (branch profit tax/BPT) (tarif 20%)
|
20% x (1-0,3)%
|
=
|
0,14%
|
Total
|
0,44%
|
2. Wajib
Pajak luar negeri yang dimaksud dalam KEP-667/PJ./2001 tersebut adalah
Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang (representative
office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, di Indonesia yang
berasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) dengan Indonesia.
3. Untuk
KPD dari negara-negara mitra P3B dengan Indonesia, maka besarnya tarif
pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT dari suatu Bentuk Usaha
Tetap tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait.
a. Contoh
1 : Penghitungan untuk KPD yang berasal dari Spanyol.
Tarif BPT
dalam P3B Indonesia dengan Spanyol (Spain, nomor 43 dari tabel terlampir)
sebesar 10%. Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai
berikut:
PPh
atas penghasilan kena pajak terutang30% x 1%=0.30%
Penghasilan kena pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap
(branch profit tax/BPT) (tarif 10%) |
10% x (1-0,3)%
|
=
|
0,07%
|
Total0,37%
b. Contoh 2 : penghitungan
untuk KPD yang berasal dari Australia.
Tarif BPT
dalam P3B Indonesia dengan Australia (nomor 2 dari tabel terlampir)
sebesar 15%. Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai
berikut:
PPh
atas penghasilan kena pajak terutang30% x 1%=0.30%
Penghasilan kena pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap
(branch profit tax/BPT) (tarif 15%) |
15% x (1-0,3)%
|
=
|
0,105%
|
Total
|
0,405%
|
Demikian
untuk mendapat perhatian Saudara dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 31 Juli 2008
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
DARMIN
NASUTION
Tidak ada komentar:
Posting Komentar